REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR - Pengenaan sanksi kepada minyak Iran akan membuat banyak masalah dan akan mempengaruhi ekonomi dunia, kata Menteri Luar Negeri Indonesia Marty M. Natalegawa di Kuala Lumpur, Rabu (18/1).
Dia membuat pernyataan dalam satu wawancara dengan IRNA di sela-sela Konferensi Internasional tentang Gerakan Global Moderat di Kuala Lumpur.
Marti mengutuk pembunuhan seorang ilmuwan nuklir Iran dan menyatakan belasungkawa kepada bangsa dan pemerintah Iran, dan menambahkan bahwa "masalah Iran bisa diselesaikan melalui perundingan."
"Iran dan Indonesia memiliki potensi yang baik untuk kerja sama bilateral dan sementara itu, selain dalam rangka Gerakan Non Blok (GNB) dan Organisasi Kerja sama Islam (OKI)," katanya menggarisbawahi.
Menteri Urusan Islam Malaysia Datuk Seri Jamil KhirBaharom, juga dalam pertemuannya dengan delegasi Iran yang hadir dalam Konferensi Internasional itu menyebut Teheran sebagai "poros dunia Islam."
Delegasi Iran untuk Konferensi Internasional tentang Gerakan Global moderat dipimpin oleh Ayatullah Mahdi Hadavi-Tehrani. Ayatullah Hadavi-Tehrani pada bagiannya menekankan pentingnya persatuan antara negara-negara Muslim dan menyerukan perluasan hubungan antara Tehran dan Jakarta.
Presiden AS Barack Obama menandatangani undang-undang baru pada 31 Desember 2011, yang berusaha untuk memberlakukan sanksi ekonomi baru terhadap Bank Sentral Iran dan sektor minyak.
Undang-undang itu mengharuskan perusahaan keuangan asing untuk membuat pilihan antara melakukan bisnis dengan Bank Sentral Iran dan sektor minyaknya atau dengan sektor keuangan AS.
Uni Eropa (UE) juga diperkirakan akan mengadakan pertemuan menteri pada 23 Januari untuk membicarakan embargo yang diusulkan mengenai ekspor minyak Iran itu.
Para anggota Uni Eropa sejauh ini gagal untuk mencapai kesepakatan akhir mengenai rincian seperti waktu yang tepat atas sanksi, dan diplomat mereka mengatakan mungkin diperlukan waktu berbulan-bulan sebelum benar-benar sanksi itu diberlakukan mengingat kondisi ekonomi penting dihadapi oleh negara-negara Eropa.
Pada awal bulan ini, Menteri Perminyakan Iran Rostam Qassemi memperingatkan bahwa pemberian sanksi pada industri minyak Iran akan mengguncang pasar dunia, dan menambahkan bahwa kebijakan sanksi adalah langkah yang irasional.
Menyatakan bahwa Iran tidak ada masalah dalam menjual minyaknya, pejabat itu mencatat "bukan hanya kita yang memiliki banyak pelanggan, tapi kami juga telah menjual minyak kita di muka."
Menteri luar negeri Uni Eropa akan bertemu lagi di Brussels pada 30 Januari untuk membahas masalah ini, setelah Yunani memblokir sanksi larangan yang ditawarkan pada awal Desember.
Pembunuhan Mostafa Ahmadi-Roshan, lulusan Universitas Industri Minyak dan wakil direktur fasilitas pengayaan uranium Natanz untuk urusan komersial adalah serangan babak keempat terhadap ilmuwan nuklir Iran yang berlangsung menjelang ulang tahun kedua pembunuhan ilmuwan Iran lainnya Masood Ali Mohammadi.
Dia juga dibunuh dalam serangan bom teroris di Teheran pada Januari 2010. Metode pemboman terakhir, Rabu pagi, adalah serupa dengan serangan bom teroris 2010 terhadap universitas profesor, Fereidoun Abbassi Davani, yang kini kepala Organisasi Energi Atom Iran dan rekannya Majid Shahriari.
Media Zionis mengaku bahwa operasi itu adalah karya Mosad dalam koordinasi dengan beberapa aparat intelijen Barat lainnya. Majid Jamli Fashi agen teroris yang membunuh Dr Ali Mohammadi mengaku punya hubungan dengan Mosad dan menjelaskan secara rinci bahwa komandan aparat keamanan rezim Zionis melatih dirinya.
Washington dan sekutu Barat-nya menuduh Iran mencoba mengembangkan senjata nuklir dengan kedok program nuklir sipil, sementara mereka tidak pernah menyajikan bukti nyata untuk mendukung tuduhan mereka. Iran membantah tuduhan-tuduhan itu dan bersikeras bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai.