REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Sanksi terbaru lebih keras terhadap industri minyak Iran akan diumumkan Uni Eropa, Senin (23/1) pekan depan. Sanksi itu, seperti dilansir CNN, Jumat (20/1) akan melarang impor terhadap minyak Iran dan juga membatasi perdagangan emas sekaligus logam berharga Iran termasuk pembekuan beberapa aset berharga Iran.
Detil akhir sanksi tersebut tengah digodok. Sanksi itu akan memberi periode tenggang antara tiga hingga delapan bulan, demikian diplomat Uni Eropa mengungkapkan. Periode tenggang itu dibutuhkan bagi kilang minyak Eropa untuk menemukan pemasok baru dan juga bagi Iran untuk menemukan pembeli baru.
Langkah yang sudah diantisipasi itu mengikuti sikap serupa dari Amerika Serikat dan Inggris. Mereka semua bertujuan meningkatkan tekanan terhadap Iran untuk segera menghentikan program nuklirnya.
Saat ini menurut Administrasi Informasi Energi AS, 2,2 juta barel minyak Iran mengalir ke Eropa setiap hari, atau 18 persen dari total ekspor Iran. Sedangkan total kebutuhan minyak dunia berkisan 89 juta barel per hari.
Minyak adalah sektor paling krusial bagi Iran. Setiap tahun setengah dari anggaran belanja negeri Mullah itu berasal dari pendapatan ekspor minyak.
Pengamat mengatakan sanksi baru memang dianggap yang terkeras yang pernah diterapkan, namun masih memiliki banyak lubang. Iran diprediksi tetap bisa menjual minyak ke tempat lain seperti Cina, India atau negara Asia lain, meski dengan diskon antara 10 hingga 15 persen. Sekitar 35 persen ekspor minyak Iran sekarang dikirim ke Cina dan India.
Pemimpin barat sejauh ini dinilai telah menembut batas dengan iran demi menggencet keuangan negara itu. Namun hingga kini Iran belum mengalami kerugian dan yang pasti kebijakan embargo minyak itu justru memicu harga minyak mentah dan bensin--yang bakal dicari dari pemasok lain--kian meroket.