REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) tengah mempertimbangkan penutupan kedutaan besar mereka di Damaskus, Suriah. Negeri Paman Sam juga berencana menarik mundur seluruh personelnya, termasuk Dubes AS untuk Suriah, Robert Ford.
Langkah itu bakal ditempuh AS bila pemerintahan Bashar Assad tidak bisa memberikan jaminan perlindungan kepada para diplomatnya. Dalam peryataan yang dikeluarkan Jumat (20/1) malam, sumber di Departemen Luar Negeri AS menyatakan, pemerintahan Obama prihatin terhadap situasi keamanan di Damaskus. Berbagai kekerasan terus berlangsung sejak sepuluh bulan terakhir dan ledakan bom mobil semakin sering mengancam keselamatan personel kedutaan Amerika.
Gelombang kekerasan yang terjadi Suriah, berangkat dari ketidakpuasan terhadap pemerintahan Assad. Unjuk rasa damai yang menuntut mundurnya Assad dari kursi pemerintahan telah berkembang menjadi aksi bersenjata. Sedikitnya 5400 orang tewas sejak Maret 2011. Departemen Luar Negeri Serikat dikabarkan telah meminta Suriah memberikan perlindungan tambahan terhadap kedutaan Amerika. “Pemerintah Suriah sedang mempertimbangkan permintaan Amerika,” ujar sumber Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Sumber yang tak disebut namanya itu juga mengatakan, bila pemerintah Suriah tidak mengambil tindakan konkret, maka kemungkinan besar Amerika benar-benar akan menutup kedutaannya. Sebagaimana diketahui, 23 Desember 2011 sebuah bom mobil meledak di dua pangkalan keamanan di Damaskus. Bom tersebut menewaskan 44 orang. Pemerintah suriah menuding Al-Qaida ada dibalik bom mobil tersebut. Namun kaum oposisi membantah dan justru menuding pemerintah Assad sebagai dalangnya.