Sabtu 21 Jan 2012 17:06 WIB

Muslim Libya Tuntut Pemerintahaan Berlandaskan Syariah

Warga Libya turun ke jalan merayakan ditangkapnya salah satu putra almarhum pemimpin Libya Muammar Qaddafi, Saif al-Islam.
Foto: Saily Mail
Warga Libya turun ke jalan merayakan ditangkapnya salah satu putra almarhum pemimpin Libya Muammar Qaddafi, Saif al-Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Ratusan orang Muslim mengadakan pertemuan umum Jumat (20/1) guna menuntut Libya diperintah oleh Hukum Syari'ah. 

Tuntutan tersebut sebagai respon terhadap munculnya kekuatan politik sekuler di Libya pasca Qaddafi. 

Pertemuan umum itu digelar kelompok politik Islam. Mereka berkumpul di beberapa tempat terpisah, antara lain lapangan Tripoli, Benghazi bagian timur, dan Sabha di bagian selatan negeri. 

Di Lapangan Aljazair di Tripoli, pemeluk agama Islam membakar "Buku Hijau", buku pedoman yang disusun oleh Qaddafi mengenai politik, ekonomi dan kehidupan sehari-hari, untuk menegaskan bahwa Al-Qur'an mesti menjadi sumber utama peraturan di negeri itu.

Sementara itu, satu kelompok pengikut aliran moderat yang telah menduduki lapangan tersebut selama lebih dari satu bulan berteriak, "Kami ingin negara sipil."

Peserta pertemuan umum tersebut diketahui berasal dari kelompok gerakan Islam berpengaruh, yaitu Ikhwanul Muslimin dan Salafi. 

Pemrotes memberi gambaran singkat mengenai masa depan politik Libya, saat partai Islam dan sekuler diperkirakan bersaing untuk memperebutkan kursi di Majelis Nasional, yang anggotanya dijadwalkan dipilih pada Juni guna merancang konstitusi bagi negara Afrika Utara itu.

Banyak ahli berpendapat Ikhwanul Muslimin adalah kekuatan politik yang paling tertata dengan baik dan dapat tampil sebagai pemain utama politik di Libya setelah Qaddafi - yang dengan keras menindas kubu Muslim selama 42 tahun kekuasaan otoriternya.

Negara Barat mesti menerima kenyataan bahwa demokratisasi di dunia Arab memberi angin segar kepada kelompok muslim untuk berpeluang ke tampuk kekuasaan. Mereka telah menjadi pemenang terbesar pemilihan umum di Mesir, Tunisia dan Maroko selama beberapa bulan belakangan.

Pemimpin Dewan Peralihan Nasional (NTC), yang memerintah di Libya, Mustafa Abdul Jalil, pada Oktober berjanji akan menegakkan hukum syariah. 

"Kita, sebagai umat muslim telah menerima syariah sebagai sumber undang-undang, sehingga setiap hukum yang bertolak-belakang dengan ajaran Islam dibatalkan secara hukum," katanya.

sumber : ANTARA/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement