REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Amerika Serikat dan pemerintah Barat lainnya harus menerima kenyataan bahwa Islam telah muncul untuk mengisi kekosongan kekuasaan di dunia Arab. Kekosongan kekuasaan ini muncul setelah gelombang pemberontakan rakyat yang dikenal dengan Arab Spring. Desakan itu disampaikan Human Rights Watch (HRW) dalam laporan tahunannya, Ahad (22/1).
Lembaga yang berbasis di New York ini juga mendesak partai-partai Islam, yang telah muncul sebagai pemenang terbesar dalam pemilihan terakhir di Tunisia dan Mesir dan di Libya, untuk menghormati hak-hak perempuan dan kaum minoritas agama. Mereka mengatakan pemerintah tidak bisa tebang pilih untuk urusan hak asasi manusia.
Direktur eksekutif HRW, Kennet Roth, memperingatkan jika partai-partai Islam yang populer di dunia Arab mengabaikan popularitas, tentu akan melanggar prinsip-prinsip demokrasi. "Menjadi pemerintah politik Islam seharusnya tak menjadi alasan untuk mengubah menjadi pemerintahan yang tak tersentuh," kata Roth kepada wartawan saat HRW merilis laporannya di Kairo.
Roth sangat berhati-hati ketika ditanya tentang potensi pelanggaran hak asasi manusia di bawah kekuasaan Islam. Dia mengatakan bahwa sejauh ini, Islam telah melakukan banyak hal yang benar.
Tetapi, lanjutnya, pembuktian dapat terlihat mamto ketika mereka berurusan penuh dengan hak asasi manusia dalam kekuasaannya nanti. "Ini adalah pertanyaan besar," katanya.
Dalam beberapa hal, pemberontakan-pemberontakan di Arab yang tak terduga, menampar keras Amerika Serikat (AS) dan pemerintah Barat lainnya. Selama ini Barat mendukung rezim-rezim otokratis sebagai benteng melawan Islam.
"Barat mendukung susunan otokrat selama mendukung kepentingan Barat," kata Roth. Barat juga, katanya, masih menyesuaikan diri dengan transformasi bersejarah.