REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah Indonesia menyampaikan tanggapan atas notifikasi banding pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap putusan panel Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) atas sengketa rokok kretek.
"Sesuai jadwal 'submission' sudah disampaikan hari ini, intinya kita tetap menyatakan bahwa apa yang telah dimenangkan Indonesia adalah sudah tepat," kata Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Gusmardi Bustami di Jakarta, Senin (23/1).
Dalam hal ini, dia menjelaskan, pemerintah kembali menegaskan argumen bahwa regulasi teknis pemerintah AS dalam "the Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act" yang antara lain melarang produksi dan penjualan rokok dengan bahan tambahan, termasuk rokok kretek, telah merugikan Indonesia.
Regulasi yang mengecualikan rokok menthol produksi domestik AS tersebut juga dinilai mendiskriminasi rokok kretek sebagai produk yang serupa.
"Selain itu prosedur regulasi teknis seharusnya diberitahukan dulu ke anggota, tapi mereka tidak menyampaikan notifikasi sebelumnya," kata Gusmardi.
Selanjutnya, dia menjelaskan, pemerintah akan menunggu keputusan Appellate Body atas banding pemerintah AS terhadap putusan panel.
"Pada dasarnya 'Appellate Body' hanya akan melihat putusan-putusan panel. Kita tunggu saja hasilnya," kata dia.
Tanggal 5 Januari 2012, AS menyampaikan notifikasi untuk melakukan banding ke Appellate Body atas putusan panel WTO dalam kasus sengketa rokok kretek.
AS antara lain meminta peninjauan kembali kesimpulan panel bahwa "the Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act" tidak konsisten dengan pasal dalam perjanjian Technical Barriers to Trade (TBT).
Pemerintah AS juga meminta peninjauan kembali kesimpulan panel bahwa rokok kretek dan rokok mentol adalah produk serupa.
Sebelumnya, pada April 2010, sebagai produsen rokok kretek terbesar dunia, Indonesia menyampaikan keberatan ke WTO karena menilai regulasi teknis pemerintah AS telah mendiskriminasi rokok kretek.
Regulasi teknis AS yang antara lain berimplikasi pada pelarangan impor rokok kretek sejak 2009 tersebut membuat Indonesia kehilangan pendapatan dari ekspor rokok kretek ke AS yang nilainya sampai sekitar 200 juta dolar AS.
Sidang panel WTO pun akhirnya memberikan kesimpulan bahwa regulasi teknis AS yang antara lain melarang produksi dan penjualan rokok dengan bahan tambahan, termasuk rokok kretek, dengan mengecualikan rokok menthol adalah diskriminatif karena menilai rokok kretek dan rokok menthol merupakan produk serupa.