REPUBLIKA.CO.ID, MANILA - Para aktivis Filipina mengepung kedutaan besar Amerika Serikat, Sabtu (28/1) dan membakar satu bendera AS. Mereka berikrar akan melancarkan kampanye menentang sebuah rencana yang mengizinkan kehadiran lebih banyak pasukan AS di negara tersebut.
Filipina merupakan satu-satunya negara Asia Tengggara yang mengijinkan AS membentuk pangkalan militernya di negara tersebut.
Sekitar 50 anggota Aliansi Nasionalis Baru (Bayan) yang berhaluan kiri juga mengusung satu patung Paman Sam dengan satu lagi Presiden Filipina Benigno Aquino mencap dia sebagai "anjingnya", sementara polisi anti-huru hara melarang mereka mendekati misi itu.
"Jika kita mengizinkan lebih banyak pasukan AS memasuki negara kita, seluruh kepulauan ini akan berubah menjadi satu pos depan bagi kepentingan-kepentingan kekuasaan AS," kata Bayan dalam satu pernyataan yang diberikan dalam unjuk rasa itu.
Para pejabat Filipina menyambut baik rencana bagi kehadiran lebih banyak militer bekas penguasa kolonialnya, menganggapnya sebagai satu usaha untuk mengimbangi sikap agresif China di Laut China Selatan dalam waktu belakangan ini.
China dan Filipina terlibat sengketa wilayah di Laut China Selatan dan Manila menuduh Beijing melakukan intimidasi untuk memperkuat klaimnya.
Filipina sebelumnya menjadi pangkalan-pangkalan militer AS sampai Senat Filipina, yang dipicu oleh penentangan dari kelompok-kelompok nasionalis seperti Bayan, berikrar menutup fasilitas-fasilitas itu tahun 1992.
Para pejabat AS dan Filipina mengatakan mereka menginginkan pangkalan-pangkalan baru AS tetapi hanya untuk melakukan latihan bersama yang lebih sering dan pasukan AS yang lebih banyak digilir di seluruh negara itu.
Kendatipun Filipina sebagian besar pro-Amerika, kelompok-kelompok kecil tetapi keras di media dan gereja Katolik Roma yang berpengaruh menentang keras kehadiran pasukan AS.