Senin 30 Jan 2012 10:52 WIB

Bentrokan Kembali Pecah dalam Unjuk Rasa di Kairo

Ribuan pengunjuk rasa memadati Lapangan Tahrir, Kairo, Mesir, Jumat (25/11).  Mereka menuntut rezim militer yang kini berkuasa untuk mundur.
Foto: AP
Ribuan pengunjuk rasa memadati Lapangan Tahrir, Kairo, Mesir, Jumat (25/11). Mereka menuntut rezim militer yang kini berkuasa untuk mundur.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Ratusan pengunjuk rasa di Mesir yang menuntut diakhirinya kekuasaan militer dan sekelompok orang berpakaian sipil baku hantam di pusat kota Kairo. Akibatnya, yang mengakibatkan tiga orang cedera.

Protes maasal itu, yang diadakan di luar gedung televisi negara, merupakan bagian dari rangkaian aksi demonstrasi yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok pro-demokrasi untuk menandai satu tahun sejak pemberontakan yang menggulingkan presiden Hosni Mubarak dan menempatkan militer di puncak kekuasaan.

"Turunkan kekuasaan militer!" teriak pengunjuk rasa bersamaan saat rakyat Mesir berbondong-bondong menuju ke tempat pemungutan suara untuk memilih dalam pemilihan anggota majelis tinggi.

Saksi mata mengatakan, demonstran yang menggelar aksi di luar gedung televisi di distrik Maspero bentrok dengan puluhan orang berpakaian sipil yang mereka gambarkan sebagai "preman", Ahad (29/1).

"Tiga orang terluka akibat aksi lempar batu. Mereka semua dalam kondisi stabil," kata Kementerian Kesehatan dalam sebuah pernyataan.

Pada Ahad malam, ratusan demonstran berbaris dari Bundaran at-Tahrir -- pusat demonstrasi yang menggulingkan Mubarak -- untuk bergabung dengan para pengunjuk rasa di Maspero.

Mereka melambaikan bendera dan membawa spanduk, serta meneriakkan kalimat-kalimat untuk melawan Marsekal Hussein Tantawi, mantan menteri pertahanan Mubarak yang mengepalai dewan militer sekarang dan menjalankan pemerintah.

Tentara dan garis kawat berduri melindungi pintu masuk ke gedung sementara arus lalu-lintas normal mengalir di kedua arah.

"Kami ingin militer untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil," kata seorang pemrotes.

Para pengunjuk rasa, yang telah turun ke jalan sejak Rabu (25/1), bersumpah untuk menghidupkan kembali revolusi mereka yang belum selesai.

Mereka mengatakan tujuan akhir dari pemberontakan mereka belum terpenuhi, termasuk mengakhiri pengadilan militer bagi warga sipil, restrukturisasi kementerian dalam negeri dan jaminan kebebasan dan keadilan sosial dasar.

Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata telah berjanji untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sipil pada Juni saat seorang presiden baru terpilih.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement