REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Pemuka agama di Mesir mengutuk aksi kekerasan yang menewaskan ratusan orang dalam pertandingan sepak bola antara Al Ahly dan Al Masri di Port Said, 220 km tenggara Kairo pada Rabu (1/2) malam (Kamis (2/2) dini hari WIB). "Ini bencana nasional dan kehilangan nyawa manusia sia-sia yang sangat disesalkan," kata Syeikh Agung Al Azhar, Prof Dr Ahmed Al Tayeb.
Pernyataan serupa diutarakan Pemimpin Gereja Mesir, Baba Shenouda III. "Peristiwa berdarah ini sangat menyayat hati yang seharusnya tidak perlu terjadi," katanya menegaskan.
Adapun tokoh Ikhwanul Muslimin, Essam Al Arian, menuduh provokator dari sisa-sisa rezim mantan Presiden Hosni Mubarak yang menimbulkan kekerasan tersebut.
Para pemuka agama itu mendesak pihak keamanan untuk segera menyelidiki peristiwa berdarah tersebut di kota pelabuhan bagian ujung utara Terusan Suez itu.
Jumlah korban tewas masih simpang siur, ada menyebutkan lebih 100 orang, namun kantor berita Mesir, MENA, mengutip sumber rumah sakit melaporkan, sekitar 60 orang tewas dan 800 orang lagi cedera.
Sumber medis menyebutkan, kebanyakan korban tewas akibat cedera dari lemparan batu, dan beberapa di antaranya terkena tembakan peluru tajam. Aksi saling lempar itu terjadi ketika hakim meniup peluit panjang berakhirnya pertandingan yang dimenangkan tuan rumah, Al Masri, dengan skor 3-1.
Para pemain juga sempat menjadi sasaran amuk massa, namun mereka berhasil diselamatkan. Sementara itu, pertandingan antara Zamalik dan Ismailiyah di Stadion Nasional di ibu kota Kairo dihentikan saat baru babak pertama akibat terjadi kebakaran di beberapa bagian gedung stadion.
Akibat kebakaran itu, para penonton berhamburan ke luar stadion, namun tidak ada laporan jatuh korban.
Stabilitas keamanan di Mesir saat ini masih labil sejak tumbangnya rezim Mubarak dalam revolusi pada awal tahun lalu.
Dewan Tertinggi Militer yang mengambil alih kekuasaan sejak mundurnya Presiden Mubarak pada 11 Februari 2011 tidak berdaya memulihkan stabilitas keamanan. Lembaga kepolisian setempat juga masih hilang kepercayaan di mata masyarakat dan dibenci karena mereka dianggap 'kaki-tangan' Mubarak yang membantai pengunjuk rasa di masa revolusi tahun lalu.