Kamis 02 Feb 2012 15:52 WIB

Amnesti Internasional Desak Pembebasan Aktivis 'Twitter' Korsel

Twitter
Twitter

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL - Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) Amnesti Internasional, Kamis (2/2), mendesak pembebasan seorang aktivis Korea Selatan yang dituduh membantu "musuh". Tuduhan itu muncul setelah aktivis itu meneruskan (re-tweet) pesan dari pejabat Korea Utara melalui akun jejaring sosial, Twitter.

Park Jeong-Geon, seorang aktivis Partai Sosialis, ditahan bulan lalu karena meneruskan pesan-pesan seperti misalnya "Hidup Jenderal Kim Jong-il." Aktivis berusia 24 tahun itu mengatakan bahwa aksinya meneruskan pesan-pesan itu dimaksudkan untuk mengolok-olok para pemimpin Korea Utara dan bukannya mendukung mereka.

Dia telah berada dalam tahanan sejak 11 Januari dan terancam hukuman 11 tahun penjara berdasarkan hukum Keamanan Nasional (NSL). "Ini bukan kasus keamanan nasional, ini adalah sebuah kisah sedih dari pihak berwenang di Korea Selatan yang gagal memahami sarkasme," kata Direktur Amnesti Internasional Sia Pasifik Sam Zarifi dalam pernyataannya.

"Memenjarakan seseorang atas kebebasannya untuk menyatakan pendapat melanggar hukum internasional namun dalam kasus terhadap Park Jeong-geun ini adalah sangat konyol dan dia seharusnya dibebaskan dari tuntutan segera," katanya.

Amnesti mengatakan bahwa partai tempat Park bernaung secara rutin mengritik bagaimana Korea Utara mengeksploitas tenaga kerjanya dan menentang alih kekuasaan dari ayah ke anak lelakinya.

Park juga mengatakan kepada wartawan bahwa tujuannya adalah untuk mengolok para pemimpin Korea Utara dan sistemnya yang keras. Zarifi mengatakan bahwa NSL memiliki dampak "melanggar" kebebasan berekspresi.

"Ini tidak ditujukan untuk mereka yang mengancam keamanan internasional namun justru untuk mengintimidasi orang dan membatasi kebebasan berbicara. Ini seharusnya direformasi seiring dengan hukum hak asasi manusia, dan jika pemerintah tidak dapat melakukan ini, maka harus dihapuskan," katanya.

Amnesti Internasional mengatakan bahwa walaupun era militer di Korea Selatan sudah berakhir puluhan tahun lalu, "pihak berwenang selalu menggunakan NSL untuk menindak para pengritik kebijakan pemerintah sejak 2008".

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement