REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT - PBB telah merampungkan drat resolusi untuk menerapkan embargo senjata dan sanksi terhadap Suriah. Namun keputusan itu ditentang sekutu dekat Suriah, Rusia.
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Anatoly Antonov mengatakan Rusia tidak akan menghentikan ekspor senjata ke Suriah meskipun kecaman dunia internasional berdatangan. Antolov mengatakan, negaranya tidak melanggar kewajiban internasional dengan menjual senjata ke Damaskus.
“Mulai hari ini, tidak ada pembatasan pada pengiriman senjata kami. Kami harus memenuhi kewajiban kami dan inilah yang kami lakukan," katanya kepada wartawan di Rusia, Kamis (2/2).
Moskow memang menjadi salah satu sekutu Suriah yang paling kuat. Sikap Moskow ini dimotivasi karena hubungan strategis dan pertahanan termasuk penjualan senjata ke Suriah. Rusia dilaporkan telah menandatangani kesepakatan senilai 550 juta dolar AS untuk menjual jet tempur ke Suriah.
Sementara itu, para pengunjuk rasa Suriah berkumpul di seluruh negeri pada Jumat (3/2) untuk menandai 30 tahun sejak pembantaian Hama. Unjuk rasa dikarenakan pembantaian 10-40 ribu orang yang diperkiraan tewas pada Februari 1982. Ketika itu, Presiden Hafez al-Assad, yang juga ayah dari Assad melancarkan serangan sengit di pusat kota Hama untuk menghancurkan pemberontakan Islam.
Demonstran memercikkan cat merah melambangkan darah di jalan-jalan. Pembantaian Hama menjadi seruan untuk pemberontakan Syria yang dimulai hampir 11 bulan lalu dengan harapan mengakhiri empat dekade rezim Assad. Ratusan tentara dan pasukan keamanan di Hama, Kamis, menutup kotak publik dan mendirikan pos pemeriksaan. "Ada pos pemeriksaan setiap 100 meter," kata Ahmed Jimejmi, warga Hama. Grafiti di dinding berbunyi: "Hafez meninggal, dan Hama tidak, Bashar akan mati, dan Hama tidak akan."