REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Mesir akan mengadili 43 warga Amerika Serikat dan warga asing lainnya yang bekerja untuk organisasi non-pemerintah yang mendapat dana dari luar negeri.
Dewan Militer yang saat ini memerintah sementara di Mesir menuding pihak asing mendukung unjuk rasa jalanan yang menentang kepemimpinan mereka.
Bulan Desember lalu, pihak berwenang sudah merazia beberapa kantor organisasi nonpemerintah dan melarang sejumlah staf warga negara asing untuk meninggalkan negara itu.
Wartawan BBC di Kairo, Yolande Knell, melaporkan sebanyak 19 di antaranya adalah warga Amerika Serikat, antara lain Sam LaHood yang merupakan putra dari Menteri Perhubungan Amerika Serikat, Ray LaHood.
Sam LaHood bekerja untuk sebuah lembaga sosial, Institut Internasional Republik atau IRI, yang mendapat dana dari Partai Republik di Amerika Serikat.
Menurut kantor berita MENA, warga asing lain yang akan diadili berasal dari Jerman, Norwegia, Serbia, dan Yordania.
Kantor IRI dan Institut Nasional Demokrat, NDI -yang didukung Partai Demokrat Amerika Serikat- termasuk dalam kantor yang dirazia oleh pihak berwenang Mesir.
Kejaksaan Mesir pernah menyatakan beberapa organisasi non-pemerintah di negara itu melanggar undang-undang Mesir, antara lain tidak memiliki izin untuk beroperasi. Bagaimanapun langkah ini dipandang sebagai sebuah serangan atas kebebasan mengungkapkan pendapat.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hilary Clinton, pada hari Sabtu (4/2) sudah mengingatkan Mesir bisa kehilangan bantuan dari Washington jika tidak menghargai organisasi nonpemerintah.
Amerika Serikat saat ini memberikan bantuan sebesar 1,3 miliar dolar Amerika setiap tahunnya yang mencakup bantuan militer.
Namun, Menteri Luar Negeri Mesir Mohammed Amr menegaskan bahwa pemerintahnya tidak bisa mencampuri proses pengadilan.