REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Sejumlah negara mulai gencar menyuarakan dukungan mereka terhadap program nuklir Iran untuk perdamaian. Rusia melalui Menteri Luar Negeri, Sergei Lavrov, mendukung Iran dengan kegiatan nuklirnya.
Menteri Luar Negeri Bahrain, Shaikh Khalid bin Ahmed bin Mohammed Al Khalifa, juga mendukung hak Iran untuk memanfaatkan energi nuklir damai. Pernyataan senada juga disampaikan oleh Javier Solana yang merupakan mantan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa.
Solana menyerukan negara-negara Eropa harus melanjutkan pembicaraan dengan Iran. "Kanal perundingan harus tetap terbuka dan kita perlu melanjutkan negosiasi dengan Iran," ujar Solana.
Solana mencatat bahwa Tel Aviv benar-benar khawatir tentang kegiatan nuklir Teheran. Israel tahu dengan baik bahwa setiap serangan terhadap Iran itu memiliki konsekuensi tak terduga. Kebijakan memerangi Iran dapat memperburuk situasi.
Sementara itu, pemerintah Iran menyebut sanksi baru AS atas bank sentral Iran merupakan langkah antagonis AS. Sanksi tidak akan memiliki dampak pada program nuklir Iran.
"Ini merupakan langkah antagonis dan perang psikologis yang tidak berdampak apa-apa pada Iran. Tidak ada yang baru selama lebih dari 30 tahun melawan AS," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Ramin Mehmanparast, dalam konferensi pers, Selasa (7/2).
Pernyataan Menlu Iran itu datang setelah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi pembekuan Bank Sentral Iran. Sanksi tambahan itu memerintahkan seluruh aset dan dana milik Iran termasuk institusi keuangan Iran untuk diblokir, dialihkan, diekspor, ditarik dan dicairkan.
Sejumlah aset pribadi pun juga berpotensi terkena sanksi baru AS. Yakni, sejumlah aset pribadi tertentu yang diduga terkait dengan pemerintah Iran.