REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) mengatakan pemerintah menutup kedubesnya di Suriah dan menarik stafnya yang masih ada di negara itu, setelah Damaskus menolak menjamin keamanan. Para pejabat senior Deplu AS mengemukakan kepada stasiun televisi CNN bahwa dua karyawan kedubes itu meninggalkan Suriah, pekan lalu, dengan menggunakan pesawat dan 15 orang lainnya termasuk Dubes Robert Ford melalui darat menuju Jordania, Senin (6/2) pagi.
Sementara Kedubes AS ditutup, pelayanan konsuler darurat pun dibangun. Pemerintah Polandia akan memberikan pelayanan konsuler darurat kepada warga AS yang masih berada di Suriah. Presiden AS Barack Obama enggan membicarakan soal intervensi militer dan berikrar akan menyelesaikan masalah itu melalui cara-cara diplomatik.
"Yang penting menyelesaikan masalah ini tanpa melalui intervensi militer dan saya kira itu mungkin dilakukan," katanya dalam wawancara dengan jaringan televisi NBC dan dikutip Antara.
Selain AS, Inggris juga memanggil pulang dubesnya untuk Suriah. "(Pemanggilan itu) untuk konsultasi-konsultasi," kata Menlu William Hague kepada parlemen. "Kami akan menggunakan saluran-saluran yang masih ada terhadap pemerintah Suriah untuk menegaskan kebencian kami terhadap aksi kekerasan yang tidak bisa diterima bagi dunia yang beradab," kata Hague.
Belgia juga memanggil pulang dubesnya dari Damaskus. Presiden Prancis Nicolas Sarkozy setelah pertemuan dengan Kanselir Jerman, Angela Merkel, mengatakan ia akan menelepon Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, untuk membicarakan tanggapan internasional pada krisis itu. Baik Prancis maupun Jerman, katanya tidak menyetujui adanya hambatan atas tindakan tegas terhadap Suriah. Hambatan itu adalah veto Rusia dan Cina atas resolusi Dewan Keamanan PBB.