Kamis 09 Feb 2012 05:17 WIB

Bentrok di Yaman Tewaskan 10 Orang

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sedikitnya 10 orang suku tewas di Yaman utara dalam bentrokan dengan gerilyawan Syiah, kata kementerian pertahanan, Rabu, kurang dari dua pekan sebelum pemilihan presiden yang bertujuan mengakhiri kerusuhan setahun.

Pemberontakan terhadap Presiden Ali Abdullah Saleh memperlemah kendali pemerintah pusat atas sejumlah besar wilayah Yaman, sehingga gerilyawan Syiah yang dikenal sebagai Houthi menguasai daerah gubernuran Saada yang berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak.

Bentrokan terakhir itu terjadi di provinsi Hajja, yang berbatasan dengan Saada, setelah orang suku menuduh gerilyawan Houthi berusaha merebut lebih banyak wilayah.

"Laporan-laporan keamanan mengatakan, terjadi pertempuran sengit antara kedua pihak... Bentrokan antara gerilyawan Houthi dan orang suku berlangsung di dan sekitar perguruan tinggi teknik dan daerah-daerah lain," kata Kementerian Pertahanan Yaman dalam sebuah pernyataan di situs beritanya. Jumlah orang Houthi yang tewas tidak diketahui.

Pada 2009, pasukan Arab Saudi terlibat dalam pertempuran singkat dengan gerilyawan Houthi di Saada setelah mereka menguasai sejumlah wilayah Saudi.

Orang Houthi dan gerakan separatis selatan berkampanye untuk memboikot pemilihan presiden pada 21 Februari, yang kata mereka tidak memenuhi aspirasi mereka bagi otonomi atau kemerdekaan wilayah selatan.

Yaman dilanda pergolakan yang menewaskan ratusan orang sejak demonstran menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh pada akhir Januari 2011.

Saleh (69), yang memerintah Yaman selama 33 tahun, menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan yang ditengahi oleh negara-negara Teluk di Riyadh pada 23 November, yang menetapkan ia menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya meski ia tetap menjadi presiden kehormatan sampai Februari.

Prakarsa Dewan Kerja Sama Teluk yang bertujuan mengakhiri protes berbulan-bulan itu menetapkan Saleh mengundurkan diri dengan imbalan kekebalan dari tuntutan hukum bagi dirinya dan anggota-anggota keluarganya.

Pada 7 Desember, Wakil Presiden Yaman Abdrabuh Mansur Hadi mengeluarkan sebuah dekrit yang mensahkan pembentukan pemerintah persatuan nasional yang disepakati sesuai dengan perjanjian penengahan Teluk.

Pemerintah baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammed Basindawa akan menjalankan tugas selama tiga bulan, dan setelah itu pemilihan umum dilaksanakan dan Hadi akan secara resmi mengambil alih tugas presiden.

Pemerintah AS dikabarkan mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara. Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement