Kamis 09 Feb 2012 05:48 WIB

Utusan Washington Temui Taliban di Qatar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Utusan utama Washington untuk Afghanistan bertemu dengan sejumlah pemimpin Taliban di Qatar sebagai bagian dari upaya AS untuk membawa gerilyawan itu ke meja perundingan, kata seorang pejabat senior Afghanistan, Rabu.

Perundingan antara Taliban dan Marc Grossman itu berlangsung pada akhir Januari, setelah utusan AS tersebut bertemu dengan Presiden Afghanistan Hamid Karzai di Kabul, kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

Grossman, utusan utama Presiden Barack Obama untuk Afghanistan dan Pakistan, kemudian menjelaskan kepada Karzai mengenai hasil pembicaraannya dengan utusan-utusan Taliban selama kunjungan presiden Afghanistan itu ke Italia.

"Saya bisa mengkonfirmasi bahwa Tuan Grossman bertemu dengan wakil-wakil Taliban di Qatar. Ketika Presiden (Karzai) berada di Roma, ia datang ke tempat kediamannya dan menjelaskan kepadanya tentang pertemuannya dengan Taliban," kata pejabat itu.

AS melakukan langkah-langkah ke arah pembicaraan dengan Taliban di Qatar, dimana mereka berencana membuka sebuah kantor perwakilan.

Karzai, yang ditolak Taliban karena dianggap sebagai "boneka", telah terang-terangan mendukung langkah itu, namun ia dikabarkan khawatir karena ia tidak akan dilibatkan dalam perundingan di Qatar.

Washington menekankan bahwa setiap perundingan dengan Taliban untuk mengakhiri perang hanya bisa berlangsung dengan persetujuan pemerintah Afghanistan, yang nantinya akan memimpin proses itu.

AS mengirim utusan ke Kabul pada Januari untuk memastikan bahwa Karzai memperoleh peranan utama bila perundingan dengan Taliban telah dimulai.

Taliban sejauh ini bersikeras bahwa mereka tidak akan memasuki negosiasi bila pasukan asing masih berada di Afghanistan. Bahkan, jika mereka melakukan hal itu, mereka mungkin enggan mengakuinya.

Sejumlah komandan juga khawatir akan semangat para pejuang mereka di lapangan jika mereka tahu para pemimpin mereka melakukan perundingan.

Pada Oktober, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Presiden Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

Gerilyawan meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan dan juga pembunuhan terhadap politikus, termasuk yang menewaskan Ahmed Wali Karzai, adik Presiden Hamid Karzai, di Kandahar pada Juli dan utusan perdamaian Burhanuddin Rabbani di Kabul bulan September.

Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.

Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun lalu, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.

Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara berada di Afghanistan untuk membantu pemerintah kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) engakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement