Kamis 09 Feb 2012 06:28 WIB

Baru 'Bersatu' Sesaat, HAMAS Serukan Batal Perjanjian dengan Fatah

Faksi gerakan Islam di Palestina: Hamas dan Fatah
Faksi gerakan Islam di Palestina: Hamas dan Fatah

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA CITY - Parlemen Palestina yang sebagian besar dari Hamas mendesak pembatalan sebuah perjanjian rekonsiliasi dengan Fatah karena alasan konstitusi.

"Setelah pemeriksaan masalah Mahmud Abbas yang menjadi perdana menteri serta presiden, dan konsultasi dengan para ahli hukum, hal itu terbukti bertentangan dengan undang-undang dasar," ujar 31 anggota parlemen dalam sebuah pernyataan, Rabu (8/2)

Mereka mengatakan setelah pertemuan di parlemen di Kota Gaza, UUD menetapkan pemisahan kedua jabatan tersebut, sementara Fatah membantah ada pelanggaran undang-undang dalam kaitan dengan hal itu.

"Atas dasar ini, kami mendesak semua pihak yang menandatangani dan sponsor rekonsiliasi Palestina untuk mempertimbangkan ulang dan menghormati UUD," kata para anggota parlemen dari Hamas yang menguasai 74 kursi di parlemen Palestina yang beranggotakan 132 orang.

Presiden Palestina Mahmud Abbas, yang juga ketua Fatah, dan pemimpin Hamas Khaled Meshaal menandatangani sebuah perjanjian di Doha yang menetapkan Abbas sebagai pemimpin pemerintah sementara yang akan mempersiapkan pemilihan umum Palestina, pada Senin (6/2) lalu.

Perjanjian itu dipuji sebagai kompromi setelah perselisihan sengit mengenai siapa yang akan memimpin pemerintah sementara yang membuat macet pelaksanaan perjanjian rekonsiliasi.

Hamas dan Fatah menandatangani sebuah perjanjian rekonsiliasi antara kedua pihak pada Mei 2011 namun hingga kini belum melaksanakannya. Perjanjian itu menetapkan pembentukan pemerintah sementara dari kalangan independen yang akan mempersiapkan pemilihan umum dalam waktu setahun.

Namun, perjanjian itu tidak pernah dilaksanakan dan kedua pihak mempermasalahkan susunan pemerintah sementara dan siapa yang akan memimpinnya.Kubu Abbas yang berkuasa di Tepi Barat mengusulkan pemilu pada Januari untuk mengatasi masalah itu.Terakhir kali rakyat Palestina memberikan suara adalah dalam pemilihan umum parlemen pada 2006, dimana Hamas mencapai kemenangan besar.

Pemilu parlemen dan presiden telah dijadwalkan berlangsung pada Januari 2010 namun Pemerintah Palestina tidak melaksanakannya setelah Hamas menolak menyelenggarakan pemungutan suara di Gaza.

Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.

Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas.

sumber : ANTARA/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement