REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Perubahan drastis terhadap situasi di Suriah, dapat memiliki efek konsekuensial pada pengaruh regional Iran. Sehingga, secara tidak langsung memaksa Iran, meninggalkan program nuklirnya.
Dalam sebuah artikel 'op-ed' yang ditulis Efraim Halevy pada The New York Times, Mantan Direktur Badan Intelijen Israel, Mossad menyatakan, pijakan Iran di Suriah telah memungkinkan Teheran untuk menghentikan kebijakan (nuklir) tersebut. "Kehadiran Iran di Suriah harus berakhir," katanya, Rabu (8/2).
"Perdebatan publik di AS dan Israel saat ini difokuskan obsesif pada apakah harus menyerang Iran untuk menghentikan ambisi nuklirnya, dan mereka hampir tidak memperhatikan bahwa peristiwa di Suriah bisa mengakibatkan bencana strategis bagi pemerintah Iran," ia menambahkan.
Halevy menyatakan, putusnya hubungan Teheran-Damaskus, dapat memutus akses Iran untuk bergabung dengan Hizbullah Lebanon dan Hamas di Gaza, dan Iran akan tampak lemah di wilayahnya maupun internasional, serta ini bisa memaksa Iran untuk menghentikan program nuklir mereka.
Halevy lebih lanjut mencatat Israel tidak harus menjadi satu-satunya atau bahkan aktor utama dalam mempercepat penggulingan Presiden Suriah Bashar Assad dari kekuasaan.
"Rusia dan Cina harus menyadari bahwa kejatuhannya bisa melayani kepentingan mereka juga, Rusia hanya ingin mempertahankan akses ke pelabuhan Mediterania Suriah, di Tartus dan Latakia dan jika Washington bersedia untuk memungkinkan konvergensi kepentingan Amerika dan Rusia di Iran, Suriah bisa membuka jalan bagi kejatuhan Mr Assad," katanya.
Halevy menekankan jika masyarakat internasional tidak merebut kesempatan untuk mengakhiri pengaruh Iran di Suriah, dunia akan menghadapi pilihan antara serangan militer dan sanksi bahkan lebih melumpuhkan terhadap Iran, yang bisa menyebabkan harga minyak meroket.