REPUBLIKA.CO.ID, RAMALAH -- Presiden Palestina Mahmud Abbas, pada Kamis (9/2), mendapat dukungan dari partai Fatah dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) berkaitan perjanjian yang telah dicapainya dengan gerakan Hamas. Komite Sentral Fatah dan Komite Eksekutif PLO bertemu di kota Tepi Barat, Ramallah, dan menyambut baik kesepakatan yang ditandatangani di Qatar, Ahad (5/2).
Menurut perjanjian tersebut, Abbas akan membentuk pemerintahan sementara untuk mempersiapkan pemilihan umum di wilayah Palestina, termasuk di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas. Kepala Hamas Khaled Mashaal bersama Abbas dan Emir Qatar menyatakan kesepakatan itu.
Satu pernyataan yang dikeluarkan setelah pertemuan para pemimpin Palestina itu menjelaskan bahwa pemerintah Abbas akan fokus pada pembangunan kembali Jalur Gaza dan mengawasi pemilihan umum parlemen dan presiden. Selain itu, disepakati untuk memulai proses pemilihan umum dengan memperbarui catatan pemilih.
Sebelumnya, ketua Komisi Pemilihan Pusat (CEC) Hanna Nasser menuduh pemerintah Hamas menghalangi kerja CEC di Jalur Gaza.
"Pemerintah Hamas meminta kami untuk berlama-lama dalam mempersiapkan pemilu dan hal itu tidak dapat dibenarkan," kata Nasser seperti diberitakan Xinhua dan dipantau Antara, Jumat (10/2).
Pada tahun 2009, Hamas merebut markas CEC dan mengusir para stafnya. Kantor-kantor dibuka kembali bulan lalu, berdasarkan kesepamahaman yang dicapai antara Hamas dan partai Abbas Fatah Desember lalu. Abbas baru-baru ini mengeluarkan keputusan untuk membentuk CEC dan mencalonkan para anggotanya, sebagai bagian dari perjanjian rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah yang diperantarai Mesir Mei lalu untuk mengakhiri perpecahan politik Palestina yang memburuk.