REPUBLIKA.CO.ID, Wakil Presiden Cina Xi Jinping memperingatkan agenda Amerika untuk memperluas aktivitas militernya di Asia. Peringatan itu dilontarkan Jinping menjelang kunjungannya ke Washington pada Senin (13/2).
Dalam sebuah wawancara yang digelar sebelum melawat ke Amerika, Wapres Cina memperingatkan AS atas agenda militernya di Asia. Dia meminta Washington untuk lebih mengutamakan masalah ekonominya ketimbang masalah lain.
Menurut pandangan para pejabat Cina, masyarakat internasional termasuk Asia menginginkan stabilitas, ketenangan dan bergerak ke arah keteraturan serta pembangunan.
Sebelumnya, rakyat Asia meyakini bahwa pembangunan, perbaikan kehidupan dan pertumbuhan ekonomi dalam naungan kedamaian dan stabilitas dapat diperluas di Asia. Oleh sebab itu, mereka menilai bahwa kebijakan-kebijakan sepihak dan langkah militer AS serta intervensi negara ini dalam urusan internal negara-negara lain sebagai pengganggu keamanan dan perusak perdamaian.
Tak diragukan lagi, kebijakan dan pelaksanaan agenda-agenda militer AS dan sekutunya di Asia merupakan ancaman bagi perdamaian, stabilitas dan ketenangan di wilayah ini.
Oleh karena itu, rakyat Asia menentang langkah konfrontatif tersebut. Selama Amerika tidak menghormati kepentingan-kepentingan rakyat Asia Pasifik dan kedaulatan nasional mereka, maka stabilitas dan keamanan wilayah ini akan terus terganggu.
Beberapa bulan lalu, Amerika mengirimkan pasukannya ke Australia dan Filipina serta memperkuat hubungan militernya dengan Vietnam dan Singapura guna membangun pangkalan-pangkalan militer baru di berbagai daerah lainnya.
Mungkin dapat dikatakan bahwa pernyataan Wakil Presiden Cina itu sebagai pesan persahabatan Beijing. Namun kenyataannya adalah pasca perang dingin dan runtuhnya Uni Soviet serta lenyapnya koalisi politik dan militer pada masa perang dingin, Amerika menilai dirinya sebagai poros utama kekuatan di dunia di bidang politik, keamanan dan militer.
Amerika dengan mengedepankan kebijakan propaganda media berupaya mengintervensi urusan internal negara-negara lain. Intervensi itu dilakukan dengan dalih kemanusiaan. Padahal opini publik dunia memahami betul kehadiran militer AS di Pakistan, Irak dan Afghanistan tidak memiliki unsur kemanusiaan.
Presiden AS Barack Obama berupaya melakukan kebijakan luar negerinya, khususnya di Asia sejalan dengan langkah-langkah pendahulunya, yaitu Partai Republik. Pada dasarnya, strategi Obama di sektor militer dan perluasannya di Asia adalah meneruskan kebijakan kubu Republik. Kebijakan itu merupakan jalan yang ditekankan Washington dalam kebijakan baru luar negerinya di wilayah Asia.
Kini rakyat Filipina, Thailand, Singapura, Australia, New Zealand, Jepang dan Korea Selatan satu suara dengan para pejabat Cina. Mereka meyakini penempatan militer Amerika di negara-negara tersebut mengancam kedaulatan nasional dan bahkan bertentangan dengan undang-undang negara mereka yang melarang kehadiran pasukan asing.
Para pakar ekonomi mengatakan, ekonomi Amerika tergantung pada perang. Oleh sebab itu, Washington berupaya memperluas kehadiran militernya di Asia.