REPUBLIKA.CO.ID, GAZA — Otoritas Gaza, Hamas, mengatakan pembangkit listrik satu-satunya di Gaza terpaksa ditutup karena kehabisan bahan bakar, Selasa (14/2). “Pembangkit listrik di Gaza sepenuhnya berhenti karena kekurangan bahan bakar yang masuk Jalur Gaza. Solar yang dibutuhkan untuk pembangkit listrik kehabisan pasokan,”kata Direktur Informasi Otoritas Energi Gaza, Ahmad Abu al Amrin, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (15/2).
Pembangkit listrik Gaza membutuhkan 600 ribu liter bahan bakar sehari untuk tetap beroperasi. Pusat Palestina untuk Hak Asasi Manusia (PCHR) mengatakan hanya 340 ribu liter bahan bakar dari Mesir sejak Jumat (10/2) lalu. Tidak ada stok cadangan yang tersisa di Gaza untuk menutupi kekurangan tersebut.
Amrin meminta Mesir turut bertanggung jawab dalam mendukung perlawanan rakyat Palestina dengan memastikan Palestina memeroleh semua bahan bakar yang diperlukan untuk mengoperasikan pabrik.
“Israel bertanggung jawab atas kejahatannya memblokade Gaza, kami menuntut pihak Mesir dan Dewan Perwakilan Rakyatnya sebagai gerbang satu-satunya menuju Gaza untuk melakukan perannya membantu rakyat Palestina dan memberikan suplai bantuan bahan bakar untuk mengoperasikan pembangkit listrik,” kata Abu Amrin.
Berhentinya stasiun pembangkit listrik ini, kata Amrin menyebabkan Gaza berada dalam kegelapan dan bencana kemanusiaan. Rumah sakit hingga gedung-gedung pemerintahan padam total.
Juru bicara kementrian Ashraf al-Qader mengatakan, padamnya listrik ini membahayakan pasien rumah sakit. “Kebanyakan dari mereka yang sakit sedang menghadapi bahaya nyata dan permanen akibat pemadaman listrik,”katanya.
Pasien, lanjut Qader, membutuhkan perawatan intensif yang membutuhkan energi listrik seperti pemeriksaan jantung dan analisis kesehatan.
Menurut laman GlobalPost, sekitar satu juta rakyat Palestina menderita karena pemadaman listrik ini. Sebagian besar dari mereka harus menggunakan generator. Jalan-jalan pun mulai kosong. Beberapa kerumunan kecil berkumpul di sepanjang trotoar menunggu sarana transportasi yang dapat membawa mereka.
Menurut Badan PBB untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA), jumlah bahan bakar yang masuk ke Gaza melalui terowongan dari Mesir telah menurun hingga setengahnya selama dua minggu terakhir. “Laporan yang belum dikonfirmasi menunjukkan penurunan tajam pasokan dan meningkatnya harga bahan bakar dipicu oleh pembatasan polisi Mesir pada kargo bahan bakar ke Rafah,”kata salah satu pejabat OCHA.
Perdana Menteri Palestina, Ismail Haniyeh, meminta Kairo untuk segera turun tangan memenuhi semua kebutuhan listrik di Gaza dengan cara permanen. Haniyeh juga memeringatkan wilayah Gaza menghadapi krisis kemanusiaan yang nyata.
Sebelumnya, Hamas menuduh Israel atas kekurangan bahan bakar tersebut akibat embargo yang dikenakan pada Gaza sejak tahun 2006. Menurut Laporan Palmer PBB, embargo Israel di Gaza adalah sah dan sesuai hukum yang digunakan untuk melindungi warga Israel.Situasi menjadi semakin rumit karena kurangnya hubungan dan pengaturan perbankan antara Israel dan Hamas.
Pejabat OCHA mengatakan Gaza tidak mengandalkan impor gas dari Israel. Sementara Mesir menolak untuk membuka perbatasan Rafiah. Inilah, kata laporan itu, yang menyebabkan pasokan bahan bakar semakin berkurang.”Palestina secara bertahap mengembangkan terowongan yang memungkinkan transfer bahan bakar ke Gaza dalam jumlah besar. Ini memungkinkan harga lebih murah dan berhentinya pembelian dari Israel,”kata OCHA.