REPUBLIKA.CO.ID, KABUL - Taliban memanfaatkan peringatan penarikan pasukan Uni Soviet dari Afghanistan pada 1989 untuk mengejek pasukan NATO pimpinan AS dengan mengatakan, mereka akan menghadapi nasib serupa.
"Hari ini pada peringatan kejayaan ini, pasukan penyerbu AS dan sekutu koalisi mereka menghadapi kekalahan yang sama dengan pasukan penyerbu Rusia," kata Taliban dalam sebuah pernyataan di situs beritanya, Rabu (15/2).
Pasukan Uni Soviet diusir setelah pendudukan 10 tahun oleh jihad rakyat Afghanistan, kata pernyataan itu, yang membandingkannya dengan perjuangan satu dasawarsa mereka melawan pasukan NATO di Afghanistan.
Peringatan itu dirayakan sebagai hari libur umum di Afghanistan, dan saluran-saluran televisi berulang kali menayangkan gambar pasukan Uni Sovyet yang mundur ke seberang perbatasan 23 tahun lalu.
"Setelah 10 tahun bertempur dengan orang Afghanistan yang gigih, pasukan penyerbu Rusia menyadari bahwa mereka tidak bisa melanjutkan perang mereka," kata Taliban.
"Pada acara peringatan ini, orang egois AS harus mengkaji pelajaran dari kekalahan memalukan Uni Soviet dan tidak lagi melakukan perang yang sia-sia," tambahnya.
Uni Soviet menyerbu Afghanistan pada 1979 untuk menopang pemerintah komunis Kabul dan penarikan mereka menyulut perang saudara sengit yang mengarah pada penggulingan pemerintah pada 1992 dan kebangkitan Taliban, yang berkuasa pada 1996.
Pada Oktober, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan. Presiden Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.
Gerilyawan meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan dan juga pembunuhan terhadap politikus, termasuk yang menewaskan Ahmed Wali Karzai, adik Presiden Hamid Karzai, di Kandahar pada Juli 2011 dan utusan perdamaian Burhanuddin Rabbani di Kabul bulan September 2011.
Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.
Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun lalu, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.