REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Dunia menurut kandidat calon presiden terkuat dari Partai Republik, Mit Romney, sudah terpuruk dalam keburukan. Eropa dipandangnya sosialis. Cina disebut penipu ulung dalam mata uang. Rusia tak bisa dipercaya soal kepatuhannya dalam kesepakatan nuklir. Palestina dituduhnya tengah menghancurkan Israel. Sementara AS, negaranya terlalu dermawan dalam bantuan kemanusiaan.
Romney tampil begitu sering dengan ucapan yang menyerang dunia seperti halnya ia menyerang kompetitornya dari Demokrat, Presiden Barack Obama. Bukan hanya soal pandangan terhadap Iran yang juga keras seperti ucapannya, ia pun menyerang sekutu Eropanya.
Terhadap Obama, ia mengkritik presiden AS saat ini terlalu apologi untuk Amerika, lunak terhadap musuh dan terlalu memaafkan terhadap teman. Ucapan itu sekaligus menjadi pesan yang mungkin kini bergema di kalangan pemilih kubu Republik yang kadang cenderung cemas dangan kondisi dunia.
Sikap itu juga menimbulkan pertanyaan apakah retorika itu bisa merusak hubungan AS dengan luar ketika gubernur Massachussets itu memenangkan Gedung Putih.
"Pemerintah lain tidak naif, mereka memahami sikap kasar dan kekasaran politik AS seperti halnya kita memahami sikap kasar dan kekasaran politik di negara lain," ujar mantan Duta Besar Richard Williamson, yang melakukan banyak tugas diplomatik dalam pemerintahan Republik.
Seloroh itu benar, namun, guru besar dan pakar hubungan internasional dari Universitas St. Leo, Florida, John Pantzalis, menekankan potensi berbahaya. "Jika itu terus mengulang-ulang topik itu bahkan ketika berdebat dengan Obama, justru menimbulkan masalah." ujarnya. "Dalam level kampanye saat ini bia bisa lolos dengan mudah, namun belum tentu bila sudah tanding dengan Demokrat.
Dua rival utama dari dalam, Rick Santorum dan Newt Gingrich, juga menggunakan pandangan keras dalam kebijakan luar negeri. Mereka semua menggambarkan Obama terlalu lunak kepada musuh.
Namun pandangan Romney, lebih banyak dicatat, karena hingga kini ia masih kandidat capres favorit dari Republik, meski ia sempat kalah dalam beberapa jajak pendapat melawan Santorum. Ia tetap memiliki keuntungan besar dalam uang dan organisasi serta memimpin delegasi yang akhirnya akan menentukan nominasi partai.
Ekonomi, bukan kebijakan politik luar negeri, selalu mendominasi kampanye pemilu presiden. Namun kadang-kadang dua isu itu beririsan. Romney mengatakan kebijakan mata uang Cina telah melukai Amerika. Ia pun sesumbar di hari pertama menjadi presiden, ia akan menundukkan Cina melalui sanksi keras.
Pantzalis mewaspadai komentar Romney di publik soal Cina. Pasalnya saat ini raksasa komunis dan kekuatan ekonomi kedua itu dalam posisi mengambil alih kendali dunia. "Cina menjadi luar biasa nasionalis," ujar Pantzalis. "Ada bahaya nyata dan besar bila mengacaukan hubungan dengan Cina apalagi dengan retorika garis keras dalam kampanye, di saat pemimpin baru masih membutuhkan waktu meyolidkan kekuasaan dan membuktikan pengaruhnya," papar Pantzalis.