Selasa 21 Feb 2012 10:15 WIB

Pasca-Jatuhnya Qaddafi, Rakyat Libya Nikmati Pemilu Pertama

Pasukan Revolusioner Libya
Foto: weaselzipper
Pasukan Revolusioner Libya

REPUBLIKA.CO.ID,  MISRATA --  Rakyat dari kota yang dicabik perang di Libya, Misrata, berbaris untuk memberi suara dalam pemilihan umum bebas pertama mereka pada Senin (20/2).

Mereka berharap bisa menetapkan standar untuk bagian lain negeri itu, sementara Libya mempersiapkan pemungutan suara nasional pada Juni, setelah perang menggulingkan Muamar Gaddafi.

Beberapa bulan setelah Misrata menyaksikan pertempuran terbesar dan paling berdarah dalam konflik delapan bulan di Libya, pemilih menunggu di luar tempat pemungutan suara yang didirikan di gedung sekolah, banyak bangunan masih dipenuhi lubang bekas peluru akibat pertempuran.

Penduduk akan memilih 28 anggota baru dewan lokal Misrata, yang akan memiliki tugas berat membangun kembali kota yang dibom hingga luluh-lantak dan memiliki sebanyak 300 ribu warga.

"Untuk pertama kali dalam hidup kami, kami merasa sebagai manusia. Kami dapat memilih apa yang kami mau, ini kebahagiaan buat semua rakyat Libya, dan dengan izin Tuhan, itu akan lebih baik dan bertambah baik," kata guru bernama Basma Fortey, sambil memperlihatkan jari telunjuknya yang diwarnai tinta sebagai tanda ia telah memberi suara.

Pengamanan dilakukan ketat di kota pantai tersebut; beberapa pria bersenjata, yang kadangkala berdiri di dekat truk yang berisi senjata antipesawat, berdiri dan berjaga di gedung sekolah.

Spanduk yang bertuliskan "Karena kalian berada di garis depan, datang lah untuk pemilihan umum" dipasang di sekeliling kota yang rusak parah tersebut. Kota kecil Zwara tahun lalu menyelenggarakan pemilihan lokal tapi pemungutan suara di Misrata adalah yang pertama di satu permukiman besar, kata warga kota itu, sebagaimana dilaporkan Reuters.

Mantan petempur oposisi, banyak di antara mereka mengenakan seragam militer, berbaris bersama pemilih di luar tempat pemungutan suara --yang memisahkan tempat lelaki dan perempuan. Tak jauh dari sana, di sepanjang Jalan Tripoli, toko, kantor pemerintah dan blok apartemen telah hancur jadi puing.

"Saya merasa saya telah mencapai semua yang akan ingini, semua yang saya perjuangkan dan semua yang ditebus oleh nyawa oleh teman-teman saya," kata Mohammed Ali, seorang mantan petempur. Ia masih terpincang-pincang akibat luka tembak di punggungnya. "Syukurlah, darah syuhada kami tak terbuang sia-sia."

Selama konflik, banyak kota besar di Libya secara tergesa-gesa mendirikan dewan lokal tanpa proses panjang. Para pejabat di Misrata mengatakan sekarang lah waktunya bagi rakyat untuk memilih.

Kota tersebut mendirikan komisi pemilihannya sendiri pada Januari untuk menyelenggarakan pemungutan suara. Kota itu ingin menetapkan preseden bagi wilayah lain Libya, saat pemerintah nasional sementara memimpin negara penghasil minyak tersebut menuju pemungutan suara bebas pertamanya pada Juni untuk memilih dewan nasional, yang akan memikul tanggung jawab menulis undang-undang dasar.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement