REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN — Badan Energi Atom Internasional PBB gagal mencapai kesepakatan dengan Iran mengenai program nuklir. IAEA dilarang otoritas setempat untuk memasuki sebuah situs pengayaan uranium yang terletak di Teheran.
"Selama putaran pertama dan kedua diskusi, tim pemeriksa meminta akses ke situs militer di Parchin, namun Iran tidak memberikan izin mengunjungi tempat tersebut," kata tim IAEA setelah dua hari pembicaraan di Teheran pada 20-21 Februari.
IAEA curiga bahwa Parchin menjadi tempat pengujian peledak terkait senjata nuklir dalam beberapa tahun terakhir. "Mengecewakan karena Iran tidak menerima permintaan kami untuk mengunjungi Parchin. Kami semangat secara konstruktif, tetapi kesepakatan tidak tercapai," kata Direktur Umum IAEA Yukiya Amano dalam pernyataannya.
IAEA mengatakan upaya intensif telah dilakukan untuk mencapai kesepakatan dan mengklarifikasi masalah yang belum terselesaikan sehubungan dengan program nuklir Iran. "Sayangnya, kesepakatan tidak dicapai," katanya.
Gagalnya misi IAEA dapat berdampak pada kemungkinan dimulainya perundingan nuklir yang lebih luas antara Iran dan negara tetap Dewan Keamanan PBB G5+ 1.
Sebelumnya, utusan Iran untuk IAEA, Ali Asghar Soltanieh, mengatakan kepada kantor berita ISNA, Teheran akan mengadakan pembicaraan lagi dengan badan PBB. Tapi juru bicara Amano, Gill Tudor, mengatakan tidak ada rencana untuk pertemuan selanjutnya. "Tidak ada kesepakatan untuk berdialog lebih lanjut," ungkapnya.
Namun demikian, Tim IAEA akan merilis laporan hasil dari kunjungan tersebut. Laporan itu diperkirakan bakal rampung akhir Februari ini. Pada November 2011, IAEA menyebut Iran melakukan sejumlah tes bahan peledak tinggi untuk mengembangkan peralatan peledak nuklir.
Menurut mereka, Iran pada 2000 telah merancang kekuatan hingga 70 kilogram (154pon) bahan peledak tinggi di Parchin. IAEA sempat mengunjungi situs tersebut dua kali pada 2005 dan peledak diyakini ditempatkan pada kamar uji di situs tersebut.
Sebelumnya, Barat mengungkapkan optimisme terhadap prospek pembicaraan baru, terutama setelah Iran mengirim surat kepada kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton. Surat berisi janji Iran untuk melakukan inisiatif baru tanpa prasyarat.