REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Palestina Mahmud Abbas tiba di Kairo, Rabu, untuk berunding dengan pemimpin Hamas Khaled Meshaal mengenai pembentukan pemerintah persatuan nasional, kata kantor berita Mesir MENA.
Kedua pihak sejauh ini berusaha melaksanakan ketentuan perjanjian rekonsiliasi yang ditandatangani di Kairo pada Mei tahun lalu, yang menetapkan pembentukan pemerintah sementara dari kalangan independen untuk membuka jalan bagi pemilihan umum presiden dan parlemen Palestina dalam waktu setahun.
Perwakilan dari gerakan Fatah kubu Abbas dan Hamas telah bertemu beberapa kali untuk berusaha menyelesaikan susunan final pemerintah dan siapa yang akan memimpinnya.
Sebelumnya Rabu, anggota-anggota kepemimpinan Hamas mengatakan, perjanjian harus dilaksanakan secara "menyeluruh dan jujur". "Kami menekankan pentingnya pelaksanaan yang lengkap dan jujur dari perjanjian rekonsiliasi Kairo dan Doha untuk mengakhiri perpecahan dan menyatukan front nasional," kata mereka dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan di Kairo.
Perbedaan penting mengenai pemegang pos perdana menteri tampaknya telah terpecahkan pada awal Februari, ketika Abbas dan Meshaal menandatangani kesepakatan di Qatar yang menempatkan presiden Palestina itu sebagai kepala pemerintah sementara.
Namun, anggota-anggota parlemen Palestina yang sebagian besar dari Hamas segera mendesak pembatalan perjanjian dengan Fatah itu karena alasan konstitusi.
"Setelah pemeriksaan masalah Mahmud Abbas yang menjadi perdana menteri serta presiden" dan konsultasi dengan para ahli hukum, hal itu terbukti bertentangan dengan undang-undang dasar, kata 31 anggota parlemen Hamas dalam sebuah pernyataan pada 8 Februari.
Mereka mengatakan setelah pertemuan di parlemen di Kota Gaza, UUD menetapkan pemisahan kedua jabatan tersebut, sementara Fatah membantah ada pelanggaran undang-undang dalam kaitan dengan hal itu.
Hamas dan Fatah menandatangani sebuah perjanjian rekonsiliasi antara kedua pihak pada Mei 2011 namun hingga kini belum melaksanakannya.
Perjanjian itu menetapkan pembentukan pemerintah sementara dari kalangan independen yang akan mempersiapkan pemilihan umum dalam waktu setahun.
Namun, perjanjian itu tidak pernah dilaksanakan dan kedua pihak mempermasalahkan susunan pemerintah sementara dan siapa yang akan memimpinnya.
Kubu Abbas yang berkuasa di Tepi Barat mengusulkan pemilu pada Januari untuk mengatasi masalah itu.
Terakhir kali rakyat Palestina memberikan suara adalah dalam pemilihan umum parlemen pada 2006, dimana Hamas mencapai kemenangan besar.
Pemilu parlemen dan presiden telah dijadwalkan berlangsung pada Januari 2010 namun Pemerintah Palestina tidak melaksanakannya setelah Hamas menolak menyelenggarakan pemungutan suara di Gaza.