Kamis 23 Feb 2012 07:47 WIB

Pemimpin Abkhazia Selamat dari Usaha Pembunuhan

Pemimpin Abkhazia, Alexander Ankvab
Foto: AFP
Pemimpin Abkhazia, Alexander Ankvab

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Pemimpin Abkhazia, Alexander Ankvab selamat dari usaha pembunuhan yang menewaskan salah seorang pengawalnya pada Rabu (22/2).

Sejumlah orang tak dikenal menyerang konvoi Ankvab dengan ledakan bom pinggir jalan ketika ia pergi menuju tempat kerjanya di Sukhumi, kota utama di Abkhazia, wilayah separatis Georgia yang didukung Moskow, dan melepaskan tembakan yang mencederai pengawalnya yang kemudian tewas di rumah sakit.

"Menurut informasi awal, setelah ranjau yang dipasang di jalan yang dilewati rombongan presiden meledak, mobil-mobil itu diserang tembakan dengan peluncur granat dan senapan mesin," kata satu sumber keamanan kepada kantor berita Rusia, Interfax.

Televisi Abkhazia menyiarkan gambar yang menunjukkan sebuah mobil terbakar dan senjata-senjata otomatis yang ditinggalkan setelah serangan itu, yang mencederai dua pengawal namun Ankvab selamat tanpa cedera.

"Saya tidak terluka," kata Ankvab kepada Interfax.

Insiden itu merupakan serangan keenam yang dialami Ankvab di wilayah bergolak tersebut dalam beberapa tahun ini namun tidak satu kasus pun yang telah terpecahkan sejauh ini.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Alexander Lukashevich menyebut serangan itu sebagai upaya untuk menggoyahkan situasi di republik itu menjelang pemilihan umum parlemen di sana.

Namun, sebuah artikel yang diterbitkan Apsnypress mengaitkan serangan itu dengan upaya pemberantasan korupsi dan pelanggaran hukum yang dilakukan Ankvab di wilayah Laut Hitam itu.

Separatis Abkhazia mengumumkaan kemerdekaan setelah perang dengan pasukan Georgia pada 1990-an pasca bubarnya Uni Sovyet. Konflik itu menewaskan ribuan orang dan lebih dari 250.000 orang mengungsi, sebagian besar etnik Georgia

Kremlin mengakui kemedekaan wilayah-wilayah separatis Georgia yang didukung Moskow, Ossetia Selatan dan Abkhazia, pada 26 Agustus tahun 2008, beberapa pekan setelah pasukan Rusia mematahkan upaya militer Georgia menguasai lagi Ossetia Selatan.

Hubungan Rusia dengan Barat memburuk setelah perang singkat negara itu dengan Georgia.

Georgia menyatakan, perang itu dan pengakuan Moskow terhadap wilayah-wilayah tersebut sebagai negara merdeka merupakan pencaplokan atas wilayah kedaulatannya.

Pada 27 Agustus 2009, Presiden Rusia Dmitry Medvedev menegaskan bahwa Moskow tidak akan pernah membatalkan keputusannya mengakui Abkhazia dan Ossetia Selatan sebagai negara-negara yang merdeka dari Georgia.

sumber : ANTARA/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement