REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Presiden Rusia Dmitry Medvedev dan mitra asal Uni Emirat Arab (UEA) Syekh Khalifa bin Zayed bin Sultan Al Nahayan membincangkan keadaan di Suriah melalui telepon, Kamis (23/2).
"Perhatian utama dalam perbincangan melalui telepon dipusatkan pada kebutuhan untuk menghentikan kekerasan di negara tersebut dari mana pun asalnya dan untuk menyiapkan dialog yang diikuti oleh seluruh pihak yang terlibat dalam konflik di Suriah," lapor Kremlin dalam pernyataannya.
Selain itu negara Teluk di luar UEA, yakni Arab Saudi dan Qatar dipercaya mendukung pihak oposisi Suriah. Sementara Rusia menentang perubahan pemerintahan Presiden Bashar Al Assad.
Sebelumnya Medvedev juga melakukan perbincangan melalui telepon dengan Perdana Menteri Irak Nouri Maliki, Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz Al Saud serta Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad sebagai salah satu sekutu utama Assad di kawasan itu.
Kantor Berita Arab Saudi SPA melaporkan pada Kamis bahwa Raja Abdullah mengatakan kepada Medvedev untuk berkoordinasi dengan sejumlah negara Arab atas keputusannya mengenai Suriah sebelum menggunakan hak vetonya.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov juga berbincang melalui telepon dengan mitra asal Cina Yang Jiechi pada Kamis.
Baik Cina maupun Rusia menolak untuk ikut serta dalam pertemuan yang dijuluki 'Para Teman Suriah' yang akan dilaksanakan pada Jumat (24/2) ini di Tunisia.
Pemerintah di Moskow dan Beijing --dua negara pemegang hak veto dalam Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa-- pada awal Februari telah menolak resolusi untuk Suriah yang mendesak Assad turun.
Suriah selama hampir satu tahun mengalami unjuk rasa berkelanjutan anti pemerintah dan menurut PBB seluruh jumlah korban tewas di Suriah telah melebihi 5.400 orang.
Pemerintah Suriah mengatakan lebih dari 2 ribu petugas militer serta penegak hukum tewas dalam bentrokan dengan militan bersenjata.