REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Untuk pertama kalinya sejak mereka berpisah dalam persaingan politik dan pemerintahan, Presiden Mahmoud Abbas sebagai Pemimpin Fatah dan Ismail Haniyeh sebagai pemimpin Hamas, bertemu di Kairo, Kamis (23/2) malam. Keduanya sempat terpisah akibat kebijakan yang berbeda atas pendekatan dengan Israel, terutama di Tepi Barat dan Gaza pada 2007.
Kedua pemimpin masyarakat Palestina ini bertemu di sebuah kastil Al-Andalus di ibukota Mesir, dengan didampingi pejabat tinggi dari kedua belah pihak. Mereka membahas proses rekonsiliasi antara kedua faksi dan faksi-faksi lain yang ada di Palestina. "Pembicaraan itu termasuk cara untuk mengatasi kesepakatan Doha dengan pihak Israel," seorang pejabat Hamas seperti dikutip maannews.net.
Setelah pihak Hamas memenangkan pemilu pada 2006, Haniyah menjadi perdana menteri. Namun kenyataanya dunia internasional, terutama Amerika Serikat (AS) dan sekutunya tidak mengakui kemenangan Hamas ini. Pemerintah Hamas pun dijauhi dan persaingan dengan pemain lama, Fatah, meledak kembali menjadi perang saudara.
Fatah akhirnya meninggalkan Jalur Gaza. Sebagai presiden, Abbas menunjuk seorang perdana menteri baru untuk memimpin pemerintahan yang berbasis di Tepi Barat. Hamas menjaga legitimasi pemerintahannya, walaupun pada 2010 wilayah pemerintah Gaza habis dibombardir Israel.
Kedua belah pihak menandatangani kesepakatan yang ditulis oleh Abbas dan Hamas Khalid Mashaal, kepala politbiro. Ini juga adalah lawatan pertama Haniyeh di luar wilayah Gaza sejak tahun 2007, sebelum bertemu dengan pemimpin Fatah, Kamis malam.