REPUBLIKA.CO.ID, Peristiwa pembakaran Alquran yang dilakukan militer AS di Bagram, Afghanistan, membuat Niels Roelen, pelatih militer asal Belanda, mengenang masa-masanya saat bertugas di negeri ini.
Menurut Niels Roelen, pelatih militer Belanda, pelajaran cara bergaul sebelum berlangsungnya misi, lebih baik daripada sekadar permohonan maaf. "Sangat sia-sia, tapi apa boleh buat, peristiwa itu sudah terjadi," kata mayor Belanda, Niels Roelen, menanggapi pemberitaan kerusuhan di Afghanistan, yang juga menewaskan orang asing.
Roelen pernah ikut misi ke Afghanistan. Di mata dia, peristiwa-peristiwa seperti ini bisa dihindari, yaitu dengan mempersiapkan dengan baik militer yang ikut misi. Itu dilakukan semua negara yang mengirim tentara. Apalagi di Amerika.
Tapi setiap orang punya caranya sendiri. Militer Belanda diberi pelajaran cara bergaul dan budaya di negeri tempat mereka ditugaskan, cerita Roelen. Kapan Anda menjabat tangan seseorang dan kapan tidak? Persiapan juga termasuk kunjungan ke sebuah masjid di Belanda.
"Kami berkonsultasi dengan seseorang dari pihak masjid, yang mengerti seluk-beluk agama. Hal-hal apa saja yang boleh, dan yang tidak boleh. Serta berbagai hal peka dalam budaya mereka. Apa nilai kitab suci seperti Alquran bagi mereka, dan apa sikap yang harus kita ambil dalam hal-hal yang menyangkut topik seperti itu," kata Roelen.
Jika kita memahami pentingnya masjid dan Alquran dalam sikap hidup mereka, kita akan lebih mudah memperkirakan arti keadaan sehari-hari.
Di Afghanistan, Niels Roelen pernah mengalami sendiri saat ia bersama pasukan militer masuk ke dalam rumah. Di sudut salah satu kamar ia melihat ada Alquran terbuka dalam keadaan terbalik. Seolah-olah baru saja dicampakkan.
Padahal, sebelum berangkat, di negeri asal mereka, para militer telah mendapat pelatihan agar jangan sekali-kali menyentuh kitab suci tersebut. "Kami langsung menghentikan operasi. Lalu kami berusaha mencari penerjemah dan warga setempat, serta meminta mereka untuk melihat keadaan tersebut. Kami ingin mereka tahu pasti, bahwa bukan kami yang menempatkan kitab suci itu di sana."
Bukan hanya Alquran yang harus mendapat perlakuan hormat. Posisi kaum wanita di Afghanistan juga sama sekali beda dengan kebiasaan di Belanda. Aspek ini juga mendapat banyak perhatian selama masa pelatihan.
Karena, para militer kadang harus menggeledah seluruh rumah. Padahal di rumah tersebut tinggal beberapa orang perempuan. Mereka biasanya punya kamar tersendiri, dan tidak boleh berhubungan dengan pria asing.
"Jadi, kami tidak menggeledah kamar tersebut. Bila kami ingin menggeledah juga, terlebih dulu kami persilakan semua wanita yang ada agar pindah pula ke kamar lain. Kami benar benar memperhatikan hal seperti ini. Kami berusaha menghargai mereka, sebagaimana yang berlaku pada budaya mereka."
Menurut Niels Roelen, penting untuk berlatih dengan baik mengenai keadaan sehari-hari di lokasi tujuan. "Selain itu, jangan menilai terlalu banyak atas dasar sudut pandang kita sendiri."
Jenderal Allen, komandan ISAF, juga mulai menyadari hal ini. Ia sekarang akan mengupayakan agar semua personel pasukan militer internasional di Afghanistan mengikuti kursus wajib, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan agama.