REPUBLIKA.CO.ID, KABUL---Tujuh pelatih militer AS cedera ketika sebuah granat dilempar ke pangkalan mereka di Afghanistan utara, sementara amarah anti-AS meningkat terkait dengan pembakaran Al-Quran di sebuah pangkalan NATO.
NATO mengkonfirmasi terjadi ledakan di luar salah satu pangkalannya di Afghanistan utara namun menolak memberikan penjelasan mengenai korban.
Meski Presiden AS Barack Obama telah meminta maaf, kerusuhan meluas ke berbagai penjuru Afghanistan pada hari keenam, Ahad, terkait dengan penistaan Alquran di pangkalan udara NATO di Bagram. Sejumlah pemrotes membawa bendera-bendera putih Taliban.
Di hari yang sama, Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengidentifikasi salah seorang pegawainya sebagai tersangka dalam penembakan dua perwira AS di markas mereka sehari sebelumnya -- serangan yang membuat NATO segera menarik staf mereka dari kementerian Afghanistan.
Seorang warga sipil tewas dan 15 orang cedera dalam kerusuhan yang juga melukai tiga polisi Minggu di dekat pangkalan NATO di Kunduz, Afghanistan utara, dimana ledakan yang melukai orang-orang AS itu terjadi, kata kepala kepolisian daerah Samihullah Qatra kepada wartawan.
Protes anti-AS sejauh ini melukai 200 orang dan menewaskan 30, termasuk dua prajurit AS yang ditembak mati oleh seorang prajurit Afghanistan yang bergabung dalam pawai protes di wilayah timur negara itu.
Beberapa sumber keamanan mengidentifikasi Abdul Saboor, seorang aparat intelijen kepolisian Afghanistan yang berusia 25 tahun, sebagai tersangka dalam penembakan prajurit AS dalam jarak dekat di dalam gedung Kementerian Dalam Negeri Afghanistan. Tersangka itu kini melarikan diri.
Taliban mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut dengan mengatakan, penembakan itu dilakukan sebagai pembalasan atas pembakaran Alquran. Pada Oktober, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.
Presiden Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.
Gerilyawan meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan dan juga pembunuhan terhadap politikus, termasuk yang menewaskan Ahmed Wali Karzai, adik Presiden Hamid Karzai, di Kandahar pada Juli dan utusan perdamaian Burhanuddin Rabbani di Kabul bulan September.
Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.
Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang 2010, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.
Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Alqaidah Usamah bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130 ribu personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara berada di Afghanistan untuk membantu pemerintah kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.