REPUBLIKA.CO.ID, DAMSYIK- Rusia dan Cina bereaksi keras setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton mengecam sikap mereka terhadap Suriah dan saat Uni Eropa menyetujui sanksi baru terhadap pemerintah Presiden Bashar Assad.
'Perang' itu terjadi setelah Hillary memperingatkan 'setiap kemungkinan' perang saudara di negara rusuh itu, dimana lebih dari 150 orang tewas dalam kekerasan selama akhir pekan lalu saat warga Suriah memberikan suara dalam penentuan pendapat mengenai undang-undang dasar baru.
Menteri luar negeri Uni Eropa pada Senin (27/2) sepakat membekukan harta bank sentral, memberlakukan larangan perjalanan terhadap tujuh warga Suriah yang dekat dengan Bashar Assad, larangan penerbangan barang ke kelompok 27 negara itu dan membatasi perdagangan emas dan logam berharga.
Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin mengecam sikap sinis Barat terhadap Suriah. Putin menuduh Barat kurang sabar menggarap resolusi sesuai dan seimbang, yang juga menuntut lawan melakukan gencatan senjata dan menarik diri dari wilayah panas, seperti, pusat kota terkepung Homs.
"Yang tersisa adalah menuntut lawan bersenjata itu melakukan hal sama dengan pemerintah, yaitu menarik satuan tempurnya dari kota," kata Putin dalam tulisannya harian "Moskovskiye Novosti". "Penolakan melakukannya adalah sinis," katanya.
Beijing juga menyerang kecaman Hillary , juru bicara kementerian luar negeri Hong Lei menyatakan Cina tidak dapat menerima sama sekali, dengan kembali mengecam masyarakat antarbangsa, yang mencoba memaksakan yang disebut jalan keluar pada rakyat Suriah.
"Cina menyeru pemerintah Suriah dan semua pihak di Suriah segera dan sepenuhnya menghentikan semua kekerasan dan melakukan pembicaraan tanpa syarat," kata Hong pada pertemuan.