Selasa 28 Feb 2012 22:02 WIB

Maarif: Konflik Palestina-Israel tak Hanya Soal Etnis, tapi Kemanusiaan

Syafii Maarif
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Konflik Israel-Palestina merupakan persoalan kemanusiaan yang menuntut tanggung jawab semua orang. Hal itu disampaikan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Ma`arif.

"Jadi, konflik itu bukan semata-mata persoalan dua etnis yang berbeda, bangsa Arab atau umat Islam. Persoalan itu menuntut tanggung jawab bukan hanya orang Palestina, Arab, atau Islam, tetapi juga orang-orang Yahudi," katanya di Yogyakarta, Selasa (28/2).

Oleh karena itu, menurut dia pada diskusi 'Great Thinkers: Israel, Palestina, Islam, dan Perdamaian, Diskusi Pemikiran Gilad Atzmon', sikap negara-negara Arab yang ikut membiarkan konflik tersebut berlarut-larut patut disayangkan.

"Ada kesan pembiaran agar konflik Israel-Palestina berkepanjangan, sehingga mereka akan mengambil untung dari konflik tersebut, seperti naiknya harga minyak dunia. Konflik yang terjadi juga disebabkan munculnya masyarakat pendatang di luar bangsa Israel dan Palestina," bebernya.

Ia mengatakan konflik itu bukan semata-mata dari bangsa Israel dan Palestina, tetapi juga hadirnya masyarakat pendatang yang ikut membuat konflik tersebut masih saja terjadi.

Dengan demikian, kata dia, tidak banyak yang bisa dilakukan Bangsa Indonesia yang penduduknya mayoritas Muslim untuk membantu menyelesaikan konflik kedua pihak. Namun, dirinya tetap mendukung berbagai upaya yang dilakukan berbagai pihak di Indonesia seperti memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina.

"Selama kita masih berkutat pada persoalan domestik yang tidak pernah usai seperti korupsi, maka kita tidak bisa berbuat banyak, kecuali pemberian bantuan kemanusiaan," kata Syafii.

Gilad Atzmon adalah tokoh Yahudi yang juga musisi jazz kelas dunia berkewarganegaraan Inggris kelahiran Tel Aviv, 9 Juni 1963. Gilad mempertanyakan ideologi zionisme dan menyuarakan kemerdekaan negara Palestina.

Bahkan, pemikiran Gilad berbeda dengan arus besar opini publik dunia yang menginginkan solusi dua negara, yakni Israel dan Palestina.

Gilad bersikukuh bahwa hanya ada satu negara yang boleh berdiri di tanah Palestina, yakni negara Palestina, sehingga Israel dengan ideologi zionismenya harus angkat kaki dari negara tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement