REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Pemerhati masalah Timur Tengah dan dunia Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Ibnu Burdah mengatakan orang Yahudi itu belum tentu warga negara Israel dan orang Israel itu belum tentu zionis.
Menurut dia, ada banyak catatan yang menunjukkan bahwa gerakan zionis itu hingga sekitar dua dekade setelah dicetuskan di Basel tetap sedikit pengikutnya dan tidak ada tanda-tanda gerakan itu akan mencapai tujuannya, yakni mendirikan negara Israel di Palestina.
"Bahkan, gerakan itu menghadapi penolakan dari sebagian besar aliran dalam agama Yahudi karena memandang gerakan itu sebagai bid'ah (penyimpangan agama) dan menciptakan berhala baru," katanya pada diskusi 'Great Thinkers: Israel, Palestina, Islam, dan Perdamaian, Diskusi Pemikiran Gilad Atzmon', di Yogyakarta, Selasa (28/2).
Oleh karena itu, kata dia, tidak janggal jika saat ini banyak kelompok warga Israel yang tidak menerima bahkan mengutuk negara Israel dan tetap tinggal di Israel seperti Neturei Karta, Satmar Hasidism, dan Edah Haredit.
"Dengan demikian, orang zionis sesungguhnya adalah minoritas di Israel, tetapi mereka berkuasa dan zionisme menjadi ideologi negara. Ideologi itu terus 'dipaksakan' kepada rakyatnya melalui berbagai instrumen negara termasuk ke 'yeshivot' (semacam pesantren) di Israel," katanya.
Gilad Atzmon adalah tokoh Yahudi yang juga musisi jazz kelas dunia berkewarganegaraan Inggris kelahiran Tel Aviv, 9 Juni 1963. Gilad mempertanyakan ideologi zionisme dan menyuarakan kemerdekaan negara Palestina.
Bahkan, pemikiran Gilad berbeda dengan arus besar opini publik dunia yang menginginkan solusi dua negara, yakni Israel dan Palestina.
Gilad bersikukuh bahwa hanya ada satu negara yang boleh berdiri di tanah Palestina, yakni negara Palestina, sehingga Israel dengan ideologi zionismenya harus angkat kaki dari negara tersebut.