REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Seorang pejabat Israel dilaporkan telah menyerukan supaya negara-negara Barat terutama AS meningkatkan tekanan sanksi terhadap Iran sehingga seharusnya memaksa Republik Islam melepaskan program energi nuklir sipilnya. "Sanksi yang berat bisa menyebabkan situasi ekonomi Iran memburuk dan kekurangan makanan," kata seorang pejabat Israel dilansir kantor berita Ynet Israel
Komentar itu datang menyusul rencana pertemuan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Barack Obama di Washington pada 5 Maret untuk membahas program energi nuklir Iran.
Amerika Serikat, Israel dan beberapa sekutunya menuduh Teheran mengejar tujuan militer dalam program energi nuklirnya, dan menggunakan dalih ini untuk mendorong PBB menjatuhkan sanksi putaran empat dan serangkaian tindakan sepihak lainnya terhadap Republik Islam.
Pada tanggal 25 Desember 2011, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru terhadap Iran yang bertujuan untuk mencegah negara-negara lain mengimpor minyak dan melakukan transaksi dengan Bank Sentral Iran.
Menteri luar negeri Uni Eropa juga menyetujui sanksi terhadap industri minyak Iran dan sektor keuangan negara itu pada tanggal 23 Januari. Embargo Uni Eropa itu meliputi larangan impor minyak dari Iran, membekukan aset Bank Sentral negara itu di negara-negara anggota Uni Eropa, dan larangan menjual biji-bijian, berlian, emas, dan logam berharga lainnya ke Tehran.
Iran membantah tuduhan Barat. Sebagai penandatangan traktat non-proliferasi nuklir (NPT) dan anggota Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Iran berhak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk tujuan damai.