REPUBLIKA.CO.ID, Bila Israel benar-benar mewujudkan ambisinya menyerang Iran, harga minyak dunia diperkirakan bisa tembus 200 dolar per barel. Dalam wawancara dengan jaringan komersial NDTV, Amrita Sen, seorang ahli energi India, mencatat bahwa kenaikan harga minyak akan berdampak negatif terhadap perekonomian Eropa yang sudah melemah.
Analis komoditas di Barclays Capital menegaskan bahwa harga minyak akan memperburuk perekonomian global. "Negara produsen minyak kecil seperti Yaman, Sudan dan Nigeria kehilangan sebanyak satu juta barel per hari dari produksi mereka, sementara permintaan energi perekonomian Asia yang besar seperti India dan Cina semakin melonjak," tutur Sen, seperti dilansir Press TV.
Ketika ditanya apakah Arab Saudi dapat menutupi kelangkaan pasokan minyak Iran di pasar global, ahli energi itu menyatakan bahwa surplus kapasitas Riyadh tidak cukup tinggi untuk melayani tujuan seperti itu.
"Penggantian minyak Iran oleh Arab Saudi bermasalah. Kami menilai kapasitas cadangan Riyadh secara keseluruhan sekitar 1,6-1,7 juta barel per hari (mbpd), dan jumlah ini jelas tidak cukup untuk mengimbangi pasokan minyak Iran bagi dunia sebesar 2,3 juta barel per hari, " tegas Sen.
Dia mencatat, selain Iran, krisis di dua produsen minyak utama lainnya, yaitu Irak dan Nigeria telah mengurangi kelebihan kapasitas produksi minyak global hingga di bawah satu juta barel per hari.
Setelah Uni Eropa menjatuhkan embargo baru terhadap impor minyak Iran, Tehran meresponnya dengan mengumumkan pemotongan ekspor minyak ke enam negara Uni Eropa pada 15 Februari lalu.
Pasca pengumuman itu, harga minyak dunia mencapai tingkat tertinggi dalam sembilan bulan terakhir. Minyak mentah Brent untuk pengiriman April menembus 124,31 dolar per barel.
Sementara itu, perusahaan pedagang minyak terbesar di dunia, Vitol, juga memperingatkan bahwa harga minyak bisa meroket di atas 150 dolar per barel jika ketegangan Barat dengan Iran semakin meningkat.