Rabu 07 Mar 2012 17:02 WIB

Wah Aktris Veteran Prancis Geram Soal Daging Halal

Rep: Agung Sasongko/ Red: Hazliansyah
Rencana aturan penyembelihan hewan di Belanda membuat kaum Muslim dan Yahudi bersatu menentangnya. Terlihat hewan kurban sedang dipotong-potong, ilustrasi
Foto: Blogspot
Rencana aturan penyembelihan hewan di Belanda membuat kaum Muslim dan Yahudi bersatu menentangnya. Terlihat hewan kurban sedang dipotong-potong, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Isu larangan penyembelihan hewan secara syariah kembali menyeruak di Prancis. Selain Presiden Prancis, Nicholaz Sarkozy, pihak lain yang paling getol mengutuk penyembelihan dengan cara itu adalah aktris veteran Prancis, Brigitte Bardot, 77 tahun.

Senin (6/3) kemarin, Bardott mengirimkan surat kepada Sarkozy yang mengungkapkan rasa kekecewaaannya terhadap suami dari Carla Bruni ini lantaran tidak melarang penyembelihan hewan secara syariah. "Karena anda, menggorok-gorok tenggorokan hewan telah menjadi tradisi di Prancis," kritik dia, seperti dikutip france24.com, Rabu (7/3).

Menurut Bardot, Sarkozy tidak seperti Le Pen yang tidak ragu melarang penyembelihan hewan secara syariah. Sebab, dengan hanya cara itu, Muslim akan kesulitan karena tidak ada lagi yang halal. Tentu saja, hal itu akan merepotkan Muslim Prancis.

"Saya pikir, Muslim akan dibantai para sapi yang mereka potong," katanya ketus.

Seperti diberitakan sebuah tayangan dokumenter tentang rumah pemotongan hewan di Paris, Prancis segera memicu kembali perdebatan. Partai sayap kanan Prancis merupakan pihak yang paling getol mengumpat.

Kandidat Presiden Prancis dari Partai Sayap Kanan, Marine Le Pen secara terang-terangan mengutuk rumah pemotongan hewan yang tunduk para aturan minoritas. "Kami punya alasan untuk jijik," kata dia seperti dikutip dari reuters.com, Selasa (21/2).

Le Pen tidak sendirian. Kelompok Hak Asasi Hewan dan Asosiasi Industri Makanan Prancis juga menuduh rumah pemotongan hewan yang mempraktekan penyembelihan secara Islam dan Yahudi tidak manusiawi.

sumber : france24.com/reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement