Jumat 09 Mar 2012 13:11 WIB

Tiga Alasan Tunjukkan Sikap Rusia Soal Iran Dinilai Paling Waras

Vladimir Putin dan Ahmadinejad
Foto: AP
Vladimir Putin dan Ahmadinejad

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi banyak pengamat, Rusia sering terlihat menyeret kakinya dalam kecaman internasional bila menyangkut topik nuklir Iran.

Bulan lalu, Perdana Menteri Vladimir Putin dengan cepat mengatakan bahwa setelah serangan militer terhadap Iran "konsekuensi bencana benar-benar terjadi, skalanya pun mustahil bagi mereka untuk membayangkan."

Tapi Rusia juga sering mendorong penggunaan sanksi terhadap Iran. Minggu ini negara beruang merah kembali menyerukan sanksi untuk dijatuhkan ketika Iran setuju berunding lagi. Rusia juga telah berulang kali mengkritik sanksi yang dikenakan oleh negara-negara per individu atau badan lain yang disetujui oleh PBB.

Tentu saja, ada kepentingan pribadi yang terlibat. "Putin dan seluruh kebijakan luar negeri ditujukan terutama sebagai strategis independen yang benar-benar dimainkan berbeda dari Barat," ujar Sarah Michaels dari Oxford Analytica. "Salah satu perbedaan itu adalah Iran, dimana Rusia memiliki kepentingan menguntungkan di sektor pertahanan-industri dan energi."

Tapi elit Rusia tidak bodoh. Kekhawatiran mereka atas sanksi, atau lebih buruk bahkan serangan militer di Iran didukung oleh 3 konsep utama.

 Ketidakpastian minyak tidak baik untuk semua pihak

Sebagian besar kewenangan pemerintah Rusia bertumpu pada ekonomi, dan sebagian besar ekonomi bertumpu pada minyak.

Jurnalis dari Financial Times, Stefan Wagstyl, pekan ini menulis bahwa beberapa ekonom meramalkan bahwa harga minyak perlu di jaga minimal di atas $ 90 per barel untuk menjaga anggaran tetap seimbang. Sudut pandang yang kurang simpatik mengatakan bahwa harga di lapangan sebenarnya $ 110. Anggaran federal Rusia, dengan proyek belanja ambisius menyeru pada harga $ 120.

Masalah di Timur Tengah telah mendorong harga minyak naik, sehingga mudah untuk menyimpulkan situasi ini sebagai keuntungan buat Putin. Yuri Y. Mamchur dari Institut Penemuan mengatakan bahwa masalah di Iran dan Suriah adalah "indah untuk ekonomi Rusia". Namun, yang terbaik ialah memperbaiki jangka pendek.

"Sebagai ekonom, kita harus selalu berusaha untuk memastikan mengapa harga minyak bisa meningkat," kata Ivan Tchakarov Renaissance Capital. "Kami hanya memiliki dua analisa - yakni permintaan minyak meningkat atau pasokannya merosot."

"Menurut saya, ika yang pertama, maka ini bisa jadi keuntungan besara bagi Rusia karena berarti dunia yang melakukan sangat baik. Namun, juga mungkin buruk bagi Rusia, karena terjadi gangguan yang diciptakan konflik seperti Iran / Israel. Situasi ini mendorong ketidakpastian global  Rusia sering kali tak bisa bertahan dalam keadaaan ini, sehingga investor biasanya melarikan diri.

Pada akhirnya, imbuh Yuri, harga minyak yang tinggi memang dapat membantu Rusia tapi dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, ujarnya, mereka menderita seperti halnya orang lain. Rusia tentu saja tak menginginkan kemungkinan itu terjadi

Timur Tengah yang Terganggu Bisa Berakibat Buruk

Hubungan Rusia dengan Timur Tengah adalah strategi penting Negara itu sendiri disiksa oleh  gerakan separatis Islam di Chechnya dan Dagestan yang benar-benar memberi serangan ketakutan ke dalam hati orang-orang Rusia.

"Rusia adalah negara terakhir yang menginginkan Iran memiliki senjata nuklir", ujar Yuri Mamchur. "Rusia memiliki masalah sendiri dengan umat Islam dan Iran jauh lebih dekat ke Rusia dari Barat."

Tidak mungkin Putin menginginkan Iran yang marah dan siap berperang memeluk negara-negara di perbatasan Rusia Selatan. Satu referensi di WikiLeaks pada tahun 2010 menduga bahwa Putin menggap Iran "ancaman terbesar" Rusia. Lagi pula dalam sejarah hubungan Iran dan Rusia memiliki relasi yang bermasalah.

Dengan memelihara hubungan relatif bersahabat dengan Iran, Rusia mampu menjaga setidaknya beberapa pengaruh di Timur Tengah. Relasi itu juga mencegah terbentuknya hubungan antara pemberontak di Chechnya dan Dagestan dengan kliennya si negara Persia di Timur Tengah yang kuat tadi.

Aksi militer tak akan berhasil

Rusia telah mengambil posisi garis keras pada aksi militer. Argumen mendasar adalah bahwa "jika Iran ingin mengembangkan senjata nuklir, mereka bisa melakukannya," kata Dmitry Gorenburg, Analis Senior di Studi Strategis CNA. "Serangan udara mungkin menunda itu sedikit, tetapi itu hanya akan membuat Iran lebih tegas dalam komitmennya untuk mengembangkan senjata nuklir sehingga di masa depan musuh tidak akan pernah bisa menyerang lagi."

Rusia secara umum menentang serangan sepihak terhadap negara. Alih-alih rusia lebih mendorong keterlibatan PBB, kasus Libya misalnya.

Motivasi Rusia mungkin munafik (mereka melakukan serangan ke Georgia secara sepihak sendiri) dan mungkin dipandang sinis, tetapi sejauh ini mereka benar-benar melakukan sesuatu dengan sistem PBB seharusnya bekerja.

Mengingat bahwa Rusia sendiri telah menghadapi puluhan tahun bahkan mungkin berabad, isolasi dari pemerintah Barat, Putin dan sekutunya benar-benar dapat memiliki perspektif yang berguna di sini.

sumber : Business Insider
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement