REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO — Warga Jepang memperingati satu tahun bencana gempa dan tsunami dahsyat yang menghantam pesisir timur laut negeri itu pada Ahad (11/3). Setahun setelah gempa berkekuatan 9 skala richter tersebut, hampir 3.300 korban belum ditemukan.
Gempa yang menewaskan 16 ribu warga Jepang merupakan gempa terkuat sepanjang sejarah Jepang dan juga memicu kerusakan parah pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi. Akibat kerusakan itu, ribuan orang dievakuasi dari wilayah sekitar Fukushima untuk menghindari bahaya kebocoran radiasi dari pembangkit itu.
Untuk mengenang bencana dahsyat itu, sebuah upacara peringatan digelar dan mengheningkan cipta selama satu menit dilangsungkan di jam yang sama ketika gempa terjadi. Sepanjang pantai, petugas dan polusu berjaga-jaga. Ratusan warga berpakaian hitam berkumpul di balai kota untuk meletakkan bunga krisan putih.
"Aku tidak dapat menghapus penyesalan karena kehilangan ibu dan istri saya karena aku meremehkan tsunami," kata Kosei Chiba, seorang pengusaha pom bensin.
Namun, Chiba mengatakan ia tidak akan larut dalam kesedihan. Ia dan warga Jepang lainnya akan menghadapi kenyataan dan bergerak maju.
Upacara peringatan digelar di Teater Nasional Tokyo dan dihadiri Kaisar Akihito dan Perdana Menteri Yoshihiko Noda. Sirine akan dibunyikan di seluruh Jepang pada Ahad (11/3) tepat di saat gempa mengguncang negeri itu satu tahun lalu. Doa dipanjatkan di waktu yang sama serta seluruh layanan kereta api keluar atau masuk Tokyo akan dihentikan untuk sementara waktu.
Orang-orang Jepang mendapat kekaguman dunia untuk kedisiplinan dan ketahanan dalam menghadapi bencana. Hal ini terlihat dari meningkatnya perekonomian Jepang setelah memeroleh bantuan sekitar 230 miliar dolar.
"Dalam sejarah, Jepang menguasai ekspansi ekonomi cepat dari Perang Dunia II dan kami membangun ekonomi paling hemat energi setelah krisis minyak," kata Perdana Menteri Yoshihiko Noda kepada Washington Post.
Sementara itu, sejumlah aksi unjuk rasa anti nuklir di Tokyo, Fukushima dan kota-kota lain akan digelar tepat pada saat upacara peringatan. Aksi ini dilakukan sebagai pengingat kepada pemerintah agar ada pengurangan bertahap dalam ketergantungan pada tenaga nuklir.
Jepang nampaknya masih berusaha mengatasi masalah ekonomi dan politik akibat musibah dahsyat itu. Krisis nuklir Fukushima juga pada akhirnya menunjukkan berbagai kelemahan dalam sistem regulasi industri nuklir dan standar keamanannya.
Meski sebagian besar puing akibat bencana sudah dibersihkan, para korban bencana masih mengeluhkan lambannya proses pemulihan.
Lambatnya kemajuan dalam menyusun rencana untuk tsunami dan daerah tercemar radiasi adalah memperdalam penderitaan korban. Sekitar 326 ribu di antaranya masih tunawisma, termasuk 80 ribu dievakuasi dari sekitar Fukushima.
Sehari sebelum peringatan satu tahun bencana, para korban memanjatkan doa di makam keluarga dan kerabat mereka yang menjadi korban bencana. Di kota Iwaki, Fukushima, ribuan lilin dinyalakan, lonceng-lonceng dibunyikan dan para pemuka agama memanjatkan doa-doa.
Sementara, pemerintah menyatakan reaktor pabrik telah mencapai pemberhentian pada bulan Desember. Pembongkaran dan pembersihan butuh waktu puluhan tahun dengan biaya tak terhitung dan harus menggunakan teknologi yang masih dikembangkan.