Senin 12 Mar 2012 12:47 WIB

Supaya Terhindari dari Prostitusi, Perempuan di Desa Ini Cepat-cepat Menikah

Perdagangan manusia/ilustrasi
Foto: flarenetwork.org
Perdagangan manusia/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PALANPUR---Demi menumpas tradisi prostitusi, sebuah desa di India bagian barat menyelenggarakan upacara pernikahan dan pertunangan massal sebanyak 21 anak perempuan.

Perempuan-perempuan itu mengenakan perhiasan emas dan pakaian berwarna cerah, rok berpayet merah muda dan blus. Mereka tampil dengan cadar menutupi muka mereka di panggung di samping pengantin laki-laki atau tunangan mereka yang mengenakan sorban berwarna keemasan, sementara seorang pendeta Hindu membacakan doa dari kitab Weda.

Ratusan tamu dari berbagai daerah sekitar dan pejabat pemerintah menghadiri acara yang penuh warna tersebut. Delapan pasangan menikah dan 13 pasangan lain bertunangan dalam acara yang digelar di sebuah tenda besar di Desa Wadia, yang berjarak 115 kilometer sebelah barat dari Kota Palanpur, ibu kota negara bagian Gujarat.

Prostitusi di desa ini sudah terjadi sejak berabad-abad silam telah mengeksploitasi perempuan akibat kemiskinan, sementara mereka terpinggirkan di satu komunitas pengembara wilayah itu. "Prostitusi adalah tradisi yang sudah diterima oleh anggota masyarakat selama puluhan tahun dan itu lumrah bagi mereka. Mereka pikir mereka tak melakukan hal yang salah. Namun sesungguhnya itu adalah perbuatan yang tidak beradab dan senonoh," ujar petugas pengembangan Kabupaten Banaskantha, tempat Desa Wadia, bagian dari kabupaten itu, Vijay Bhatt.

"Dengan menikahkan anak perempuan itu," kata Bhatt, "maka tradisi itu bisa didobrak. Sebabnya ialah ketika seorang perempuan menikah, maka dia keluar dari pekerjaan seperti itu. Begitu juga ketika dia bertunangan, maka dia keluar dari lingkaran tersebut."

Sejumlah aktivis mengatakan perempuan itu -- yang berasal dari komunitas Saraniya, tempat secara tradisi perempuan tidak menikah dan bekerja sebagai PSK di kota terdekat -- saat ini mendobrak profesi yang berasal dari nenek moyang mereka dan bisa hidup normal serta menjalani perintah agama.

"Kami berusaha menghilangkan budaya dan pandangan itu. Kami ingin mencabutnya hingga sampai ke akar-akarnya," ujar Ramesh Saraniya, yang saudarinya berusia 25 dan keponakan yang berusia 22 tahun menikah dengan lelaki desa dalam upacara massal itu.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement