REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kondisi pemakaman di Israel yang semakin penuh membuat pemerintah Israel membuat peraturan yang kontroversial. Pemerintah Zionis Israel akan melarang jenazah warga non-Yahudi dimakamkan di wilayah Israel, termasuk Muslim.
Israel mengklaim, wilayah pekuburan terbesar di Israel Kibbutz Givat selama satu dekade ini telah penuh oleh kuburan Yahudi dan non-Yahudi. Karenanya, Israel menganggap perlu dibuat peraturan khusus masalah pemakaman. Israel menyebutnya 'Menuha Mehubedet' yang diartikan tempat istirahat yang bermartabat tanpa non Yahudi.
"Kewenangan ini didukung oleh pemerintah Israel," kata Direktur Dinas Pemakaman Israel, Aryeh Abir yang dilansir Haaretz, Selasa (13/3). Lanjut ia mengatakan, pemakaman ini tidak diperuntukkan untuk orang non-Yahudi.
Secara hukum, negara membayar plot pemakaman bagi semua warga negara baik Yahudi maupun komunitas Kristen atau Muslim. Namun pemerintah Israel menyatakan, Yahudi tidak dapat dimakamkan di sebuah pemakaman biasa. Karenanya negara menetapkan pemakaman, Menuha Mehubedet, kuburan untuk memenuhi kebutuhan pemakaman Yahudi.
Abir mengatakan, pihak berwenang Israel telah melarang pemakaman tanpa izin. Pihak keluarga non Yahudi yang ingin menguburkan jenazahnya di wilayah Yahudi harus mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mendapat persetujuan.
Menuha Mehubedet terletak di dekat Rehovot, Sebelumnya wilayah pekuburan terbesar ini tergabung baik Yahudi maupun non Yahudi. Wilayah pekuburan ini juga melayani orang-orang ateis Israel, terutama dari bekas Uni Soviet.
Namun Negara telah menunjuk wilayah pekuburan ini sebagai pemakaman Yahudi di selatan Tel Aviv. "wilayah pekuburan ini nantinya akan ditujukan bagi keluarga Yahudi, tanpa biaya dan layanan dasar," ungkap Abir.