REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Presiden Suriah Bashar al Assad Selasa mengeluarkan keputusan presiden untuk mengadakan pemilihan parlemen pada 7 Mei. Pihak pemerintah mengatakan langkah ini menunjukkan komitmen Suriah terhadap reformasi. Parlemen yang ada pada saat ini terdiri dari 250 kursi dan berakhir pada Maret. Parlemen ini menggabungkan 80 wakil independen dan 170 anggota parlemen dari gabungan partai-partai yang dikenal sebagai Front Progresif Nasional.
Namun demikian, oposisi Suriah, Dewan Nasional (SNC) Suriah menyatakan konstitusi itu tidak sah. “Tentu saja kami akan memboikot pemilu karena tak mengubah apapun. Tapi ini bukan fokus utama kami, yang kami inginkan adalah perubahan yang nyata dengan pemilihan presiden yang nyata," kata anggota SNC Melhem al-Droubi.
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon juga menyatakan pemilihan parlemen tidak penting dalam situasi seperti ini. “Reformasi di saat banyak orang dibunuh setiap hari? Apapun yang mereka lakukan tidak penting dalam situasi seperti ini,”kata Ban setelah bertemu dengan tujuh anggota Dewan Keamanan PBB minus Cina.
Perbedaan sikap masih terjadi di DK PBB. Terbelahnya sikap antara AS, Rusia dan Cina menyebabkan badan ini sulit untuk bersepakat. Ban mendesak anggota DK PBB mengatasi perbesaan dan meloloskan usulan Kofi Annan untuk mengakhiri konflik.
Ban juga menyeru DK harus bertindak cepat untuk menekan Assad agar segera menghentikan pembunuhan. “Semakin lama waktu yang diambil, semakin banyak orang yang dibunuh,”kata Ban.