Kamis 15 Mar 2012 21:54 WIB

ICC Jatuhkan Putusan untuk Pertama Kali

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Chairul Akhmad
Thomas Lubanga Dyilo
Foto: AP
Thomas Lubanga Dyilo

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) Den Haag menyatakan panglima perang Kongo, Thomas Lubanga Dyilo, bersalah dalam putusan pertamanya, Rabu (14/3).

Keputusan ini merupakan keputusan pertama ICC sejak didirikan 10 tahun yang lalu. Lubanga dinyatakan bersalah karena menjadikan anak-anak sebagai tentara dalam konflik selama lima tahun. Selama konflik yang berlangsung hingga 2003 tersebut, sekitar 60 ribu orang tewas.

Pria tersebut adalah pemimpin Uni Patriot Kongo yang memiliki kelompok sayap Tentara  Patriotik untuk Pembebasan Kongo. Kelompok itu terlibat dalam konflik etnis  brutal di wilayah Ituri di bagian timur Kongo.

"Pengadilan tanpa keraguan menyatakan bahwa Thomas Lubanga Dyilo bersalah karena merekrut anak-anak di bawah 15 tahun," kata Hakim ICC, Adrian Fulford.

Majelis hakim secara bulat menyatakan Lubanga bersalah. Majelis hakim mengkritik jaksa yang menggunakan perantara dalam menghubungi saksi di Kongo. Menurut Fulford, tiga perantara tersebut telah membujuk saksi untuk memberikan kesaksian palsu.

Namun, saksi lain dan bukti video saat Lubanga merekrut anak-anak di kamp pelatihan menjadi bukti kuat. Ia secara pribadi menjadikan anak-anak sebagai pengawalnya.

Lubanga (51) berhasil ditangkap enam tahun lalu. Ia menghadapi tiga tuduhan kejahatan perang. Ia menghadapi kemungkinan hukuman penjara seumur hidup. Belum ada keputusan hukuman apa yang akan diterima Lubanga. Ia dapat mengajukan banding dalam 30 hari ke depan.

Dalam persidangan, tampak Lubanga mengenakan jubah putih tradisional Afrika dan topi. Ia duduk dengan tenang, hampir tanpa ekspresi, sambil menyilangkan tangannya di depan dada saat putusan dibacakan. Ia membantah semua tuduhan.

Keputusan ICC bisa dijadikan momentum bagi kasus lain, seperti kasus mantan presiden Pantai Gading Laurent Gbagbo. Gbagbo bertanggungjawab atas kejahatan kemanusiaan seperti pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan dan kekerasan seksual.

Pemerintah Kongo dan kelompok hak asasi manusia juga berusaha agar Presiden Suriah Bashar Al-Assad diadili atas tindakan keras terhadap oposisi. Namun, ICC belum dapat bertindak karena Suriah tidak terdaftar sebagai anggota dan Dewan Keamanan PBB tidak mampu membuat rujukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement