REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Angkatan udara Israel dan pejuang Palestina di Gaza saling melancarkan serangan pada tengah malam. Namun gencatan senjata yang rapuh antara kedua pihak tampaknya masih tetap bertahan Kamis.
Kamis pagi, pejuang menembakkan sebuah roket ke kota gurun Beersheva, Israel selatan, yang disergap oleh sistem pertahanan Iron Dome, kata seorang juru bicara militer. Itu merupakan roket kedua yang ditembakkan pada Kamis. Tidak ada korban atau kerusakan dalam kedua serangan itu.
Pada tengah malam, pesawat-pesawat Israel melancarkan dua serangan, satu dekat Kota Gaza dan satu lagi dekat kota Khan Yunis, Gaza selatan. Tidak ada yang cedera dalam serangan-serangan itu, kata beberapa pejabat keamanan Palestina.
Militer Israel mengatakan, serangan itu dilakukan untuk membalas penembakan roket Rabu ke Beersheva yang disergap oleh sistem pertahanan Iron Dome. Banyak sekolah di Israel selatan tutup lagi Kamis sebagai langkah pengamanan, setelah sempat dibuka pada Rabu untuk pertama kalinya pekan ini.
Dalam pernyataan kepada parlemen Israel pada Rabu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memperingatkan lagi, gencatan senjata hanya akan berumur singkat jika penembakan roket berlanjut.
Menurut ketentuan gencatan senjata yang mulai diberlakukan Selasa pagi, baik Israel maupun pejuang Jihad Islam yang bertanggung jawab atas sebagian besar serangan roket setuju menghentikan tembakan mereka.
Tidak ada indikasi bahwa serangan-serangan tersebut telah mengakhiri gencatan senjata rapuh yang disponsori Mesir itu. Pertumpahan darah mulai terjadi Jumat sore ketika serangan udara Israel menewaskan pemimpin Komite Perlawanan Rakyat (PRC), yang menyulut peningkatan tajam kekerasan lintas batas, dimana 15 warga Gaza tewas dan lebih dari 100 roket ditembakkan ke Israel.
Insiden itu merupakan masa 24 jam paling mematikan di dan sekitar Gaza dalam waktu lebih dari tiga tahun. Sejak itu Israel melancarkan serangan-serangan udara yang menewaskan 25 orang, sebagian besar pejuang Palestina.
Pada Desember 2011, delapan orang tewas dalam serangkaian serangan udara Israel, enam diantaranya gerilyawan. Kekerasan berlangsung di dan sekitar Gaza pada November namun tidak memburuk ke tingkatan seperti yang terjadi pada 29-30 Oktober yang menewaskan 12 gerilyawan Palestina dan seorang warga Israel.
Kelompok-kelompok pejuang Palestina menyatakan, mereka melaksanakan gencatan senjata yang ditengahi Mesir namun akan membalas jika diserang Israel. Daerah sekitar perbatasan Gaza relatif tenang selama beberapa pekan setelah gelombang kekerasan pasca serangan gerilya 18 Agustus di Israel selatan yang menewaskan delapan orang Israel.
Para pejabat Israel mengatakan, pelaku serangan itu berasal dari Jalur Gaza dan menyeberang ke wilayahnya dekat kota pesisir Laut Merah Eilat melalui Semenanjung Sinai Mesir. Lima personel keamanan Mesir dan tujuh orang bersenjata juga tewas dalam kekerasan pada hari itu.
Suasana memanas antara Hamas dan Israel sejak serangan lintas-batas itu. Sejumlah orang Palestina tewas dalam gempuran-gempuran udara Israel ke Gaza setelah itu.
Bulan Juli terjadi kenaikan dalam serangan roket dan proyektil lain yang ditembakkan dari Gaza ke Israel, mengakhiri bulan-bulan tenang setelah meletusnya kekerasan pada April ketika sebuah rudal anti-tank menghantam bis sekolah Israel, yang menewaskan seorang remaja.
Israel membalas serangan itu dengan gempuran udara yang menewaskan sedikitnya 19 orang Palestina dalam kekerasan mematikan sejak ofensif 22 hari di Gaza pada Desember 2008 hingga Januari 2009.