REPUBLIKA.CO.ID, WINA – Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan telah menerima undangan dari Korea Utara (Korut) untuk mengunjungi situs nuklir miliknya, Senin (19/3). Undangan tersebut datang setelah Korut mengusir IAEA untuk kedua kalinya tiga tahun lalu.
Langkah ini tampaknya merupakan upaya Korut menunjukkan keseriusannya terkait moratorium nuklir dengan AS bulan lalu. "Kami akan berdiskusi dengan Korut dan pihak lain mengenai rincian kunjungan," kata Juru Bicara IAEA, Gill Tudor, dalam pernyataannya.
Di Washington, Kementerian Luar Negeri AS mengatakan, pada prinsipnya mendukung semua upaya IAEA mendapatkan akses ke Korut untuk memantau pelaksanaan perjanjian nuklir 29 Februari. Namun, menurut media Jepang perjanjian nuklir tersebut telah batal karena pengumuman peluncuran roket.
Bagi AS, rencana Korut tersebut melanggar perjanjian Februari. Dalam perjanjian tersebut, AS setuju memberikan bantuan makanan jika Korut menunda uji coba nuklir, peluncuran rudal, pengayaan uranium dan mengizinkan pemeriksa IAEA kembali ke negara itu.
Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Victoria Nuland, jelas ada keuntungan yang bisa didapatkan dari akses IAEA terhadap situs nuklir Korut. Korut telah dua kali melakukan uji coba nuklir. Namun, para ahli meragukan uji coba itu memiliki kemampuan setara bom atom.
Korut diyakini memiliki cukup bahan fisil untuk membuat lusinan bom nuklir. Belum jelas berapa banyak akses yang akan didapatkan IAEA. Para pengamat menduga Korut mungkin melanjutkan program nuklirnya di tempat rahasia lain. Anggota panel ahli PBB mengatakan tidak menutup kemungkinan Korut mempunyai beberapa lokasi pengayaan nuklir rahasia.
Negosiator senior nuklir Korut, Ri Yong-ho, mengatakan peluncuran satelit tersebut sah. Menurut dia, peluncuran satelit terpisah dari pembicaraan terakhir dengan AS atas bantuan pangan. "Peluncuran satelit merupakan bagian untuk mengembangkan program ruang angkasa," kata Ri sambil memperingatkan Korut akan menanggapi setiap ancaman terhadap kedaulatannya.
AS, Jepang, Inggris dan negara lain telah memperingatkan Korut untuk membatalkan peluncuran tersebut. Cina yang merupakan sekutu utama Korut juga menyatakan keprihatinan tentang rencana peluncuran itu. Cina meminta semua pihak untuk menahan diri.