REPUBLIKA.CO.ID, "Kenangan pertamanya ialah sebuah eksekusi," begitu bunyi kutipan memukai dari sebuah buku baru, "Escape From Camp 14" (Lari dari Kamp 14). Buku itu berkisah tentang pria muda Korea Utara yang lahir dan dibesarkan di penjara khusus tahana politik (tapol).
Buku yang ditulis oleh wartawan Blaine Harden, menuturkan kisah luar biasa dari Shin In Geun. Pria ini diyakini menjadi satu-satunya orang yang pernah dan berhasil melarikan diri dari kompleks tahanan komunis Korut paling tersohor. Seperti apa kehidupan Shin dan teman-temannya di Kamp 14?
Kamp 14 ialah komplek tahanan masif, memiliki panjang 48 kilometer dan lebar 25 kilometer dengan pertanian, pertambangan dan pabrik sendiri. Di dalamnya tinggal 15 ribu tahanan. Departemen Luar Negeri AS memperkirakan Korea Utara menyekap hingga 200 ribu orang yang dianggap musuh negara.
Shin dan ibunya yang menikmati akomodasi terbaik dalam kompleks tersebut termasuk kalangan beruntung, tulis Harden. Mereka memiliki ruang sendiri, berbagi dapur bersama empat keluarga lain dan diberi keistimewaan bisa menikmati listrik sendiri selama dua jam per hari. Namun, mereka hidup tanpa air atau perabot dan harus tidur di lantai semen.
Kejahatan satu-satunya Shin, tulis Harden, ialah dilahirkan di keluarga tersebut. "Kesalahan tak termaaafkan yang dimiliki Ayah Shin yakni menjadi saudara dari dua pria muda yang berhasil lari ke Korea Selatan dalam perang Korea. Namun ibu Shin tak pernah berkata pada putranya mengapa ia juga dipenjara.
Setiap hari ibu Shin bangun pukul 4 pagi dan menyiapkan sarapan serta makan siang. "Setiap menu selalu salam, bubur jagung, kubis segar yang dipetik dan sup kubis," tulis Harden. Setelah selesai masak, ibunya akan bekerja di ladang, menanam atau memanen padi di terik matahari. Jika ia memenuhi kuota ia dibolehkan membawa pulang makanan. Tahanan sangat jarang berbicara satu sama lain. Berkumpul lebih dari dua orang dilarang, kecuali dalam eksekusi, di mana setiap orang diwajibkan untuk hadir.
Pada usia 4 tahun, ialah kali pertama Shin menyaksikan eksekusi. Ia ia dan ibunya berdiri bersama ribuan tahanan yang diarahkan oleh penjaga seperti ternak ke ladang gandum.
Di sana ia menyaksikan sejumlah petugas mengikat seorang pria di kolam logam. Mereka mengisi mulut pria dengan kerikil, menutupi kepalanya lalu menembaknya. Bertahun-tahun setelah itu itu Shin menyaksikan adegan serupa puluhan kali
Termasuk eksekusi ibu dan saudaranya, yang dibunuh karena dilaporkan sendiri oleh Shin kepada petugas karena kedua merencanakan kabur. Saat itu Shin berusia 14 tahun.
Rupanya didikan yang ia peroleh karena lahir besar di sana telah membentuk insting Shin. Siapa pun yang mendengar upaya kabur dan tidak melakukan apa-apa juga akan dieksekusi segera. Shin marah mendengar rencana mereka yang ia anggap membahayakan hidupnya.
Bagaimana Shin bisa kabur? Bersama tahanan lain yang harus ia mata-matai, Shin merencanakan plot sederhana. Menunggu saat tepat lalu lari. Satu hari, Shin, saat itu 23 tahun dan temannya dikirim untuk memangkas dahan pohon-pohon di lereng bukit berdekatan dengan sisi kompleks yang dibatasi pagar duri dialiri listrik.
Menara penjaga terletak beberapa ratus meter. Patroli sangat jarang di area tersebut. Ketika sepi, ia dan temannya mulai mencoba menyeberangi pagar. Malang, teman Shin terjebak kabel dan tersengat listrik. Shin lalu merangkak ke atas tubuh temannya keluar pagar dan meloloskan diri.
Setelah mengalami beberapa menit hidup-mati dengan pagar listrik, Shin menemukan pertanian di mana ia menjumpai seragam militer yang tak lagi digunakan. Ia mengganti baju tahannnya serta pergi ke perbatasan Cina.
Berhasil menyeberang dengan cara menyuap penjaga kelaparan dengan memberi sosis kedelai, rokok dan satu bungkus permen, ia akhirnya sampai ke Korea Selatan. Kini Shin tinggal di Amerika Serikat, selatan California, di mana ia bergerak dalam organisasi hak asasi manusia yang memperjuangkan kebebasan untuk Korea Utara.