REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK---Harga minyak dunia "rebound" atau berbalik naik pada Rabu (Kamis pagi WIB), setelah pemerintah AS melaporkan penurunan mengejutkan stok minyak mentahnya, menunjukkan kenaikan permintaan di negara konsumen minyak terbesar di dunia itu.
Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei, berakhir pada 107,27 dolar AS per barel.
Kontrak berjangka sebelumnya, WTI untuk pengiriman April, telah merosot 2,48 dolar AS menjadi ditutup pada 105,61 dolar AS per barel pada Selasa.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Mei naik tipis delapan sen menjadi menetap di 124,20 dolar AS per barel.
Departemen Energi AS (DoE) dalam laporan energi mingguan mengatakan, stok minyak mentah turun tajam pekan lalu, setelah empat minggu berturut-turut naik.
DoE melaporkan penurunan 1,2 juta barel dalam pekan yang berakhir 16 Maret. Perkiraan konsensus dilaporkan oleh Dow Jones Newswires untuk stok meningkat sebesar 2,4 juta barel.
Setelah penurunan harga WTI signifikan pada Selasa, "kita melihat harga sedikit menguat ... karena angka-angka persediaan," kata Bart Melek dari TD Securities.
DoE juga mengumumkan penurunan yang lebih kecil dari perkiraan dalam stok bensin, dan kejutan kenaikan sulingan, termasuk minyak diesel dan bahan bakar pemanas. "Permintaan minyak AS mengindikasikan tetap diredam, dengan permintaan bensin masih dalam kisaran yang sama untuk penurunan tahun ke tahun seperti untuk selama satu tahun," analis Barclays Capital mengatakan.
Minyak mentah berjangka telah jatuh tajam pada Selasa setelah Arab Saudi mengulang janji untuk menggantikan produksi Iran yang hilang, sehingga mengurangi kekhawatiran pasokan.
"Arab Saudi jelas takut skenario seperti pada tahun 2008, ketika harga minyak naik menjadi hampir 150 dolar AS per barel pada pertengahan tahun, menyebabkan perekonomian global terperosok ke dalam resesi dan memaksa harga turun menjadi 30 dolar AS per barel dalam hitungan bulan," kata analis Commerzbank dalam sebuah catatan penelitian.
"Namun, tidak seperti 2008, gudang saat ini memiliki stok mencukupi. Apakah harga minyak akan jatuh ke 100 dolar AS per barel, seperti yang Arab Saudi harapkan, akan tergantung terutama pada apakah kata-kata itu diikuti dengan tindakan."