REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Upaya negosiasi AS dengan Taliban telah gagal. Sebuah lembaga riset meminta PBB mengambil alih kepemimpinan untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir 11 tahun.
Taliban telah menangguhkan pembicaraan dengan AS dua pekan lalu karena insiden penembakan 17 warga sipil Afghanistan oleh tentara AS. Penangguhan pembicaraan juga dipicu oleh aksi pembakaran Alquran di pangkalan NATO bulan lalu. Kendati demikian, pembicaraan damai tergantung dari seberapa besar upaya AS memperbaiki kepercayaan Taliban yang telah rusak.
"Kegagalan upaya negosiasi berisiko terhadap stabilitas Afghanistan dan kawasan sekitarnya," ujar analis senior Candace Rondeaux dari Kelompok Krisis Internasional (ICG), Senin (26/3).
Dalam laporan setebal 51 halaman, lembaga tersebut mengatakan prioritas komunitas internasional saat ini adalah menarik pasukan dari Afghanistan dengan atau tanpa penyelesaian sengketa. Desakan bagi penyelesaian sengketa di Afghanistan telah mengemuka dalam beberapa tahun terakhir.
Seorang pejabat AS percaya tindakan Taliban tersebut hanya strategi dan merefleksikan ketegangan dalam kelompok tersebut. Namun, ia menilai langkah itu bukanlah penghentian pembicaraan.
Penulis utama laporan tersebut Rondeaux mengatakan, dalam dua bulan terakhir peran AS di Afghanistan mendapat sorotan. Menurutnya, akan sulit bagi AS untuk memfasilitasi solusi dan menjadi bagian dari solusi tersebut.
Keraguan juga mulai muncul dalam tubuh Taliban. Kepemimpinan Taliban diuji karena mendapat tantangan dari anggotanya yang menentang negosiasi. Mereka yang menentang negosiasi adalah anggota yang lebih muda dan loyal.
Komandan Senior Taliban Syed Mohammed Akbar Agha mengatakan, pembicaraan damai tersebut hanya ditunda, bukan dihentikan.
"Sudah jelas bagi Taliban, pemerintah dan komunitas asing bahwa permasalahan di Taliban tidak bisa dipecahkan tanpa negosiasi," katanya dalam wawancara dengan Reuters di kediamannya di Kabul, Senin (26/3).