REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS - Partai berkuasa Tunisia Islamist Ennahda mengatakan Tunisia tidak akan menerapkan hukum Islam sebagai konstitusi barunya. Keputusan itu diambil untuk mempertahankan sekularisme di negara Afrika Utara tersebut.
Tidak ada perubahan dalam pasal pertama konstitusi 1959. Konstitusi baru tersebut telah sesuai dengan yang diinginkan kalangan konservatif.
Pasal pertama konstitusi tersebut berbunyi 'Tunisia adalah negara bebas, beragama Islam, berbahasa Arab dan berbentuk republik'. Pasal pertama itu mengundang perdebatan panjang dan membuka kemungkinan pembentukan konstitusi baru.
Keputusan tersebut menandai perpecahan antara Islamist Ennahda yang moderat dan suara konservatif Muslim yang dikenal dengan Salafi. Kalangan Salafi telah lama menginginkan penerapan hukum Islam di Tunisia.
"Kami tidak ingin rakyat Tunisia terpecah dalam dua ideologi yang berbeda, prosyariah dan antisyariah," ujar pendiri Partai Ennahda Rachid al-Ghannoushi dalam konferensi pers, Selasa (27/3).
Ia menambahkan, pihaknya menginginkan konstitusi bagi semua rakyat Tunisia terlepas apapun keyakinannya. Menurutnya, 90 persen undang-undang di Tunisia sudah sejalan dengan hukum Islam.
Pemimpin partai lainnya Ziad Doulatli mengatakan, keputusan tersebut diambil untuk menyatukan mayoritas pandangan politik untuk menghadapi tantangan zaman. Menurut Ziad, pengalaman Tunisia dapat dijadikan contoh bagi negara lain yang mengalami transformasi serupa dengan Tunisia.
Selama lebih dari 50 tahun di bawah kepemimpinan sekular, Tunisia dikenal di dunia Arab atas hukum progresifnya. Salah satu yang menonjol adalah persoalan kedudukan perempuan. Banyak kalangan kiri dan liberal khawatir Tunisia akan kembali menjalankan hukum syariah.
Keputusan tersebut menimbulkan gelombang protes di kalangan Salafi. Sekitar 10 ribu kalangan Salafi menggelar aksi unjuk rasa di ibukota menuntut penerapan hukum Islam.
Tunisia berhasil menggulingkan pemimpinnya tahun lalu yang diikuti dengan gerakan prodemokrasi di seluruh Afrika Utara dan Timur Tengah. Pada Oktober, Tunisia memilih dewan yang baru untuk membentuk konstitusi baru. Baik sekular maupun kelompok Islam turut berkontribusi dalam konstitusi baru itu.