REPUBLIKA.CO.ID, Diam-diam Israel telah memperoleh akses wilayah udara di Azerbaijan. Kondisi itu memungkinan pesawat Israel mendarat di sana setelah menyerang Iran, demikian laporan yang dilansir majalah Foreign Policy (FP).
Empat pemimpin diplomat dan pejabat intelijen militer AS menyatakan Gedung Puti menyimpulkan bahwa Israel beru-baru ini diizinkan memiliki pangkalan udara di negara yang berbatasan dengan Iran di bagian utara. Untuk melakukan apa? Tidak ada keterangan jelas.
"Israel telah membeli kawasan udara," ujar seorang pejabat pemerintahan di Gedung Putih yang menolak disebut namanya. Kawasan udara itu bernama Azerbaijan.
Pejabat intelijen AS kian prihatin, ekspansi militer Israel ke Azerbaijan bisa memperumit upaya AS untuk melunakkan ketegangan Iran-Israel.
Beberapa pekan lalu, ketika Azerbaijan meneken perdagangan senjata dengan Israel sebesar 1,6 miliar dolar AS, muncul prediksi bahwa Azerbaijan bakal terlibat pula dalam serangan Israel ke Iran. Meskiada pula pandangan, risiko Azerbaijan terlalu tinggi dan tak jelas manfaat apa yang diperoleh negara itu.
Bila itu terjadi, Iran mungkin tak bisa menahan diri untuk menyerang balik Azerjbaijan. Masih menurut laporan majalah FP, alasan utama penggunaan area Azerbaijan, diduga memudahkan Israel untuk melakukan pendaratan setelah serangan. Pasalnya, sangat jelas Israel membutuhkan pengisian bahan bakar ulang sebelum kembali menyerang Iran lagi. Apalagi Israel tidak berpengalaman dengan kawasan itu, sehingga jarak dekat bisa mengurangi jumlah amunisi dalam pesawat, karena bisa diisi ulang lagi.
Intelijen AS dan pejabat diplomatik meyakini bahwa Israel berhasil mendapat akses untuk mendirikan pangkalan militer lewat kesepakatan politik dan militer diam-diam. "Saya meragukan ada sesuatu yang tertulis," imbuh seorang mantan diplomat AS yang lama menghabiskan waktu bertugas di kawasan itu namun kini telah pensiun. "Bila demikian, dan jika Israel ingin mendarat di Azerbaijan setelah serangan, mereka pasti diizinkan."
Akses ini mutlak penting bagi Isreal, karena itu berarti jet-jet tempur Israel, F-151 dan bomber F-161 tidak perlu melakukan pengisian ulang bahan bakar di udara selama serangan ke fasilitas nuklir Iran. Mereka cukup terbang ke utara dan mendarat ke Azerbaijan.
Analis pertahanan, David Isenberg, menggambarkan kemampuan untuk menggunakan wilayah udara Azerbaijan adalah keuntungan besar sekaligus asset nyata. Apalagi mengingat hitungan jarak Israel menuju Iran lebih dari 3.200 kilometer, bila harus kembali ke Israel demi mengisi bahan bakar, bakal merepotkan. "Meski bila harus memasang tanki ekstra, mereka tetap tak mampu bertahan," ujar David. "Sehingga dibolehkan mengakses wilayah Azeri--julukan singkat Azerbaijan--betul-betul krusial.
Mantan komandan CENTCOM, Jendrl Joe Hoar mempermudah kalkulasi tersebut. "Mereka menghemat bahan bakar untuk jarak tempuh hingga 1.288 kilometer." ujarnya. "Memang itu tak lantas berarti Israel akan menyerang Iran, tapi konstelasi ini menunjukkan langkah itu kian mungkin dieksekusi."
Satu hal bila benar-benar terjadi, Azerbaijan harus menghindari serangan balasan dari Iran. Pasalnya, Iran dipastikan bisa mengetahui mudah ke mana jet-jet tempur Israel pergi setelah serangan.
Menteri Pertahanan Azerbaijan mengunjungi Teheran awal bulan ini. Mereka menjanjikan bahwa tak akan mengizinkan negaranya digunakan sebagai titik penyerangan terhadap Iran.
Namun pejabat intelijen militer AS, seperti dilansir FP, menyebut, menteri pertahanan Azeri tidak secara eksplisit melarang bomber-bomber Israel mendarang di negara setelah serangan. Pun, ia tak menyatakan mencoret kemungkinan pembentkan unit basis militer Israel. "Ditinjau dari janji Azeri, langkah itu cukup legal dan tentu bukan tipe Teheran untuk tidak memprediksi kemungkinan bahaya tersebut.